Oleh;Riwayat Attubani
A. PENDAHULUAN
Dalam standar pendidikan nasional tahun 2005, sepuluh kompetensi tersebut disempumakan menjadi empat kompetensi, yaitu kompetensi kepribadian, profesional, kependidikan, dan sosial. Penyempurnaan tersebut dilakukan karena ada pengamatan praktik keseharian terkesan bahwa dalam mengajar, guru cenderung mengutamakan mengajar secara mekanistis. Diantara butir kompetensi profesional yang harus dimiliki oleh guru adalah kemampuan melakukan penelitian sederhana dalam rangka meningkatkan profesional guru, dengan meningkatnya profesional guru diharapkan memperbaiki mutu pendidikan. Pada dasarnya ada beberapa penelitian sederhana yang dapat dilakukan oleh guru, seperti penelitian deskriptif, penelitian eksperimen, dan penelitian tindakan. Diantara penelitian yang lebih diperlukan dalam pembelajaran adalah penelitian tindakan, karena penelitian ini berhubungan lansung dengan pembelajaran. Arah dan tujuan penelitian tindakan kelas sudah jelas, yaitu untuk kepentingan peserta didik dalam memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Dengan kata lain, penelitian tindakan kelas ini menyangkut upaya guru dalam bentuk proses pembelajaran. Namun demikian, ada hal yang perlu dipahami bahwa penelitian tindakan kelas bukan sekedar mengajar seperti biasanya, tetapi mengandung satu pengertian, bahwa tindakan yang dilakukan atas dasar peningkatan hasil. Jika penelitian tidak memberi kontrubusi terhadap peningkatan perbaikan dalam pembelajaran, berarti ada kemungkinan penelitian yang dilakukan oleh guru tidak memenuhi syarat atau tidak sesuai dengan prinsi-prinsip penelitian tindakan.
B. PENGERTIAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Suharjono mengatakan bahwa penelitian tindakan kelas adalah penelitian tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas praktik pembelajaran. Dari pendapat Suharjono tersebut dapat dipahami bahwa penelitian tindakan kelas adalah usaha kegiatan penelitian yang dilakukan guru untuk mencari solusi terhadap permasalah yang ditemui dalam proses pembelajaran. Menurut Para Pakar penelitian tindakan kelas adalh sebagai berikut: Kurt Lewin menyatakan bahwa penelitian tindakan adalah suatu rangkaian langkah yang terdiri atas empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Kemmis dan MC Taggart, menyatakan penelitian tindakan adalah suatu bentuk self-inquiry kolektif yang dilakukan oleh para partisipan di dalam situasi social untuk meningkatkan rasionalitas dan keadilan dari praktik social atau pendidikan yang mereka lakukan.
Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto penelitian tindakan kelas adalah suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi di kelas secara bersama. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa penelitian adalah usaha sadar untuk melakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran di suatu kelas secara bersama. Penelitian tersebut dilakukan guru di terhadap siswanya.
Penelitian tindakan kelas sudah dikenal dan ramai dibicarakan dalam dunia pendidikan. Penelitian tindakan kelas dalam bahasa Inggris adalah Clsroom Action Research (CAR). Untuk mengartikan penelitian tindakan kelas kita dapat melihat dan tiga kata yaitu penelitian, tindakan dan kelas.
1. Penelitian, menunjukkan suatu objek dengan menggunakan cara dan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan muta suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti.
2. tindakan, suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu Dalam penelitian berbentuk rangkaian sikius kegiatan untuk siswa.kelas adalah ruangan tempat berlansung proses belajar mengajar.
3. Dalam hal ini tidak terikat pada pengertian ruang kelas, tetapi dalam pengertian yang lebih spesifik. Seperti yang sudah lama dikenal dalam dunia pendidikan dan pengajaran. Yang dimaksud dengan istilah kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama dan guru yang sama pula.
4. Menurut pengertian pengajaran, kelas bukan wujud ruangan, tetapi sekelompok peserta didik yang sedang belajar.
Dengan demikian, penelitian tindakan kelas dapat dilakukan tidak hanya di ruangan kelas, tetapi dimana saja, yang terpenting ada sekelompok anak yang sedang belajar. Peristiwanya bisa di labor, di perpustakaan, dan lain sebagainya. Dengan menggabungkan batasan pengertian tiga kata inti, yaitu (1) penelitian (2) tindakan, dan (3) kelas. Maka dapat diartikan bahwa penelitian tindakan kelas adalah suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi di dalam kelas secara bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan dan guru yang dilakukan oleh siswa.
Kesalahan umum yang terdapat dalam penelitian tindakan guru adalah penonjolkan tindakan yang dilakukan sendiri, misalnya guru memberikan tugas kelompok kepada siswa. Pengutaraan kalimat seperti itu kurang pas. Seharusnya guru menonjolkan kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa, misalnya siswa mengamati proses mencaimya es yang ditempatkan di panci tertutup dan panci terbuka, atau di dalam gelas. Juga juga diminta membandingkan dan mencatat hasilnya. Dengan kata lain, guru melaporkan berlansungnya proses belajar yang dialami oleh siswa, perilakunya, perhatian mereka pada proses yang teijadi, mengamati hash dan proses, mengadakan pencatatan hasil, mendiskusikan dengan teman kelompoknya, melaporkan di depan kelas dan sebagainya. Sekali lagi, yang dilaporkan oleh guru dalam penelitian tindaakan kelas adalah segala hal yang dilakukan oleh siswa, bukan yang dilakukan oleh guru.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) juga dapat diartikan suatu ragam penelitian pembelajaran yang berkonteks kelas yang dilaksanakan oleh guru untuk memeahkan masalah-masalah pembelajaran yang dihadapi, memperbaiki mutu dan hasil pembelajaran dan mencobakan hal-hal baru pembelajaran demi peningkatan mutu dan hasil pembelajaran. Berdasarkan jumlah dan sifat perilaku para anggotanya, PTK dapat berbentuk individual dan kaloboratif, yang dapat disebut PTK individual dan PTK kaloboratif. Dalam PTK individual seorang guru melaksanakan PTK di kelasnya sendiri atau kelas orang lain, sedang dalam PTK kaloboratif beberapa orang guru secara sinermelaksanikan PTK di kelas masing-masing clan diantara anggota melakukan kunjungan antar kelas.
C. PRINSIP PENELITIAN TINDAKAN
Agar penelitian memperoleh informasi atau kejelasan yang lebih baik dan benar tentang penelitisn tindakan, maka perlu kiranya memahami berbagai prinsip-prinsip dalam penelitian tindakan. Pemahaman yang baik tentang prinsip-prinsip penelitian tindakan kelas akan membantu penelitian tindakan kelas menjadi bermutu. Di sisi lain peneliti akan mudah dalam melakukan penelitian tindakan kelas. Diantara prinsip-prinsip penelitian tindakan adalah:
1. Kegiatan Nyata dalam Situasi Rutin tanpa ada kesan mengganggu kegiatan yang selama ini telah dilakukan. Dengan adanya penelitian tindakan tanpa mengubah kerja rutinitas maka, dimungkinkan hasilnya akan baik, tetapi jika suasan arutin diganti dengan waktu atau suasan yang lain maka penelitian dikeragui akan berhasil dengan baik. Artinya adalah penelitian tindakan kelas tidak perlu membutuhkan waktu khusus, karena hal itu akan menganggu proses pembelajaran yang sudah dilakukan secara rutin,di sisi lain, kalau sampai terjadi guru melakukan penelitian tindakan berulang-ulang maka akan menggangggu dan merepotkan kepala sekolah. Penelitian tindakan kelas hendaknya berhubungan dengan profesinya sebagai seorang guru. Jika penelitian tindakan kelas dilakukan oleh Kepala Sekolah, maka penelitiannya hendaknya berhubungan dengan pengawasan
2. Adanya kesadaran Diri Untuk Memperbaiki Kinerja.
Penelitian tindakan kelas hendaknya didasari keinginan untuk sesuatu yang lebih baik. Penelitian yang akan dilakukan hendaknya mempunyai arah dan tujuan yang pasti terutama dalam upaya memperbaiki kenarja dalam pembelajaran. Dan upaya untuk menuju yang lebih baik hendaknya dilakukan secara terus menerus. Di sisi lain, penelitian tindakan kelas hendaknya dilakukan tanpa u hnsur paksaan, atau terpaksa melakukan penelitian tersebut. Artinya adalah dalam melakukan penelitian tindakan kelas, guru menyadari ada kekurangan dalam dirinya.
3. SWOT Sebagai Dasar Berpijak
Penelitian tindakan kelas hendaknya dimulai dengan melakukan analisis SWOT, analisis SWOT adalah kekuatan (Stenght), Weaknesses (kelemahan), Kesempatan (Oportunity), ancaman(Threat), empat hal tersebut (SWOT), dilihat pada guru yang akan melakukan penelitian, dan siswa sebagai obyek penelitian. Dari prinsip tersebut dapat dipahami bahwa dalam penelitian tindakan hendak dilakukan jika ada kesepahaman, atau sejalan dengan kondisi guru dan keadaan siswa.
4. Upaya Empiris Sistematis
Prinsip ini adalah aplikasi dari prinsip SWOT, jika seorang guru telah melakukan penelitian tindakan kelas, hendaknya mengikuti prinsip-prinsip dan sistemik, empiric. Di samping itu guru hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip penelitian tindakan.selain itu, peneliti hendaknya memahami pembelajaran sebagai sebuah system, sehingga akan mempudah dalam proses keterkaitan antara prinsip-prinsip, mepiris dan sistemik berhubungan dengan keseluruhan system.
5. Ikuti Prinsip SMART dalam Perencanaan
Smart adalah kata dalam bahasa Inggris ang artinya cerdas, tetapi dari kata Smart mempunyai arti sebagai berikut, spesifik, khusus tidak terlalu umum. Managable, artinya dapat dikelola, dan dilakukan. Acceptable, dapat diterima oleh lingkungan, Achievable, artinya dapat dicapai, realistic, operasional dan tidak keluar dari jangkauan. Time bound, diikat oleh waktu dan tempat. Kelima prinsip tersebut hendaknya menjadi perhatian guru dalam melakukan penelitian tindakan kelas
D. SASARAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Pada bagian ini akan dikemukakan sasaran yang dijadikan dalam penelitian tindakan kelas. Sesuai dengan pengertian penelitian tindakan kelas sebelumnya maka dapat dikatakan bahwa sasaran dalam penelitian tindakan kelas adalah segala sesuatu yang terjadi di dalam kelas, yang dimaksud dengan kelas dalam penelitian tindakan kelas, tidak sama dengan kelas yang dipahami banyak orang. Kelas dalam penelitian tindakan adalah sekelompok siswa yang sedang belajar. Untuk mengetahui sasaran penelitian tindakan kelas, terlebih dahulu kita harus mengetahui segala komponen yang ada dalam sebuah kelas. Secara garis besar komponen yang ada dalam sebuah kelas adalah: siswa, guru yang sedang mengajar, materi pelajaran, peralatan yang dipergunakan, lingkungan pembelajaran, pengaturan yang dilakukan oleh pimpinan, clan hasil pembelajaran. Oleh sebab itu penelitian tindakan kelas dilakukan tidak harus ketika proses belajar sedang berlansung, karena yang yang dimaksud dengan kelas bukan ruangan tetapi siswa.. Yang menjadi sasaran penelitian tindakan kelas merupakan sesuatu yang aktif dan dapat dikenai aktivitas, bukan objek yang sedang diam dan tanpa gerak. siswa dapat dijadikan sasaran penelitian tindakan kelas ketika siswa yang bersangkutan sedang asyik mengikuti proses pembelajaran baik di kelas maupun di tempat lain. Siswa juga bisa dijadikan objek penelitian tindakan kelas ketika menegerjakan pekerjaan rumah dan pekeijaan lain yang berhubungan dengan pelajaran. guru dapat dijadikan objek penelitian tindakan kelas apabila guru sedang mengajar, terutama cara guru memberikan bantuan kepada siswa, ketika membimbing siswa thiam segala hal. materi pelajaran dapat dicermati yang tertuang dalam GBPP dan yang sudah dikembangkan dalam rencana tahunan, rencana semesteran, dan analisis.
E. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Perkembangan masyarakat dan tuntutan pendidikan yang berkualitas begitu cepat. Akibatnya, tuntutan terhadap layanan pendidikan yang harus dilakukan oleh pendidik pun harus meningkat lebih cepat. Penelitian tindakan kelas merupakan salah satu cara yang strategis bagi pendidik untuk meningkatkan atau memperbaiki layanan pendidikan dalam konteks pembelajaran di kelas. Dasar utama dilaksanakan penelitian tindakan kelas adalah untuk perbaikan. Kata perbaikan di sini terkait dengan proses pembelajaran. Jika tujuan utama penelitian tindakan kelas adalah untuk perbaikan dan peningkatan layanan profesional pendidik dalam menangani proses belajar mengajar. Agar tujan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Diantara tujuan PTK sebagai berikut:
1. Memperbaiki dan meningkatkan kinerja-kinerja pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru.
2. Mengidentifikasi, menemukan solusi, dan mengatasi masalah pembelajaran di kelas agar pembelajaran bermutu.
3. Meningkatkan dan memperkuat kernampuan guru dalam memecahkan masalah-masalah pembelajaran dan membuat keputusan yang tepat bagi siswa dan kelas yang diajarnya.
4. Mengeksplorasi dan membuahkan kreasi-kreasi dan inovasi-inovasi pembelajaran (misalnya, pendekatan, metode, strategi, dan media) yang dapat dilakukan oleh guru demi peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran.
5. Mencobakan gagasan, pikiran, kiat, cara, dan strategi baru dalam pembelajaran untuk meningkatkan mum pembelajaran selain kemampuan inovatif guru.
6. Mengeksplorasi pembelajaran yang selalu berwawasan atau berbasis penelitian agar pembelajaran dapat bertumpu pada realitas empiris kelas, bukan semata-mata bertumpu pada kesan umum atau asumsi.
Oleh karena itu, fokus penelitian tindakan kelas terletak pada tindakan-tindakan altematif yang telah direncanakan oleh pendidik, kemudian dicobakan dan selanjutnya dievaluasi apakah tindakan-tindakan altematif itu dapat digunakan untuk memecahkan persoalan pembelajaran yang sedang dihadapi oleh poendidik atau tidak. Jika perbaikan dan peningkatan layanan profesional tenaga kependidikan dalam konteks pembelajaran dapat terwujud berkat diadakannya penelitian tindakan kelas, ada tujuan penyerta yang juga dapat tercapai dengan penelitian kelas yaitu terjadinya proses latihan dalam jabatan dan pemberian layanan pelajaran yang akurat. Dengan demikian, akan lebih banyak terlatih untuk mengaplikasikan berbagai tindakan altematif sebagai upaya meningkatkan layanan pembelajaran dan perolehan pengetahuan umum dalam dunia pendidikan yang dapat diaplikasikan. Penelitian yang menggunakan ancangan penelitian tindakan kelas umumnya diarahkan pada pencapaian sasaran sebagai berikut:
1. perhatian dan peningkatan kualitas isi, masukkan, proses, dan hasil pembelajaran.
2. menumbuhkembangkan budaya meneliti bagi tenaga kependidikan agar lebih proaktifmencari solusi akan permasalahan pembelajaran.
3. menumbuhkan dan meningkatkan produktivitas meneliti para tenaga pendidik dan kependidikan, khususnya mencari solusi masalah-masalah pembelajaran.
4. meningkatkan kalaborasi antartenaga pendidik dan tenaga kependidikan dalam memecahkan masalah pembelajaran.
Dengan kata lain, guru akan lebih banyak mendapatkan pengalaman tentang keterampilan praktif pembelajaran secara reflektif dan bukan bertujuan mendapatkan ilmu yang baru dan penelitian tindakan yang dilakukannya. Banyak manfaat yang dapat diraih dengan dilakukannya penelitian tindakan kelas. Manfaat itu antara lain dapat dilihat dan dikaji dan beberapa komponen pendidikan dan pembelajaran di kelas, antara lain mencakup: inovasi pembelajaran, pengembangan kurikulum dalam tingkat regional dan tidak menutup kemungkinan dalam tingkat nasional, peningkatan profesional pendidik. Dengan memahami dan mencoba pelaksanaan penelitian tindakan kelas, diharapkan kemampuan pendidik dalam proses pembelajaran makin meningkat kualitasnya dan sekaligus akan meningkatkan kualitas pendidik dan akan menambah mutu pendidikan.
G. LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN TINDAKAN
Dalam melakukan penelitian tindakan kelas ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh seorang peneliti diantaranya adalah: (1) mengiclentifikasi dan merumuskan masalah; (2) menganalisis masalah; (3) merumuskan hipotesis tindakan; (4) membuat rencana tindakan dan pemantauannya; (5) melaksanakan tinclakan dan mengamatinya; (6) mengolah dan menafsirkan data; dan (7) melaporkan. Secara alami, langkah-langkah itu basanya tidak terjadi dalam alur yang lurus. Apabila teijadi perubahan masalah pada waktu dilakukan analisis masalah, maka diperlukan identifikasi masalah yang baru. Data diperlukan untuk memfokuskan masalahnya dengan mengidentifikasi faktor penyebab, dalam menentukan hipotesis tindakan, dalam evaluasi dan sebagainya.
1. Identifikasi dan Perumusan masalah.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, PTK dilakukan untuk mengubah perilaku guru sendiri, perilaku sejawat dan siswa, atau mengubah kerangka kerja, proses pembelajaran, yang pada gilirannya menghasilkan perubahan pada perilaku guru dan sejawat serta peserta didik. Singkatnya, PTK dilakukan untuk meningkatkan praktik pembelajaran. Contoh-contoh bidang garapan PTK: (1) metode mengajar, mungkin mengganti metode tradisional dengan metode penemuan, (2) strategi belajar, menggunakan pendekatan integratif pada pembelajaran daripada satu gaya belajar mengajar, (3) prosedur evaluasi, misalnya meningkatkan metode dalam penilaian kontinyulotentik, (4) penanaman atau perubahan si/cap dan nilai mungkin mendorong timbulnya sikap yang lebih positif terhadap beberapa aspek kehidupan, (5) pengembangan profesional guru misalnya meningkatkan keterampilan mengajar, mengembangkan metode mengajar yang baru, menambah kemampuan analisis, atau meningkatkan kesadaran diii, (6) pengelolaan dan kontrol, pengenalan bertahap pada teknik modifikasi perilaku, (7) administrasi, menambah efisiensi aspek tertentu dan administrasi sekolah.
a. Identifikasi masalah
Seperti dalam jenis penelitian lain, langkah pertama dalam penelitian tindakan adalah mengidentifikasi masalah. Langkah mi merupakan langkah yang menentukan. Masalah yang akan diteliti hams dirasakan dan diidentifikasi oleh peneliti sendiri bersama kolaborator meskipun dapat dengan bantuan seorang fasilitator supaya mereka betul-betul terlibat dalam proses penelitiannya. Masalah dalam penelitian tindakan dapat berupa kekurangan yang dirasakan dalam pengetahuan, keterampilan, sikap, etos kerja, kelancaran komunikasi, kreativitas, dan sebagainya. Pada dasarnya, masalah penelitian tindakan berupa kesenjangan antara kenyataan dan keadaan yang diinginkan.
Berikut adalah beberapa kriteria dalam penentuan masalah penelitian: (a) Masalah tindakan hams penting bagi orang yang mengusulkannya dan sekaligus signifikan dilihat dan segi pengembangan lembaga atau program, (b) Masalahpenelitian hendaknya dalam jangkauan penanganan. Jangan sampai memilih masalah yang memerlukan komitmen terlalu besar dan pihak para peneliti dan waktunya terlalu lama, (c) Pernyataan masalah penelitian harus mengungkapkan beberapa dimensi fundamental mengenai penyebab dan faktor, sehingga pemecahannya dapat dilakukan berdasarkan hal-hal fundamental mi daripada berdasarkan fenomena dangkal.” Berikut mi beberapa contoh masalah yang diidentifikasi sebagai fokus penelitian tindakan: (1) rendahnya kemampuan mengajukan pertanyaan knitis di kalangan mahasiswa; (2) rendahnya ketaatan staf pada perintah atasan; (3) rendahnya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran bahasa Inggris; (4) rendahnya kualitas pengelolaan interaksi guru-siswa-siswa; (5) rendahnya kualitas pembelajaran bahasa Inggris ditinjau dan tujuan mengembangkan keterampilan berkomunikasi dalam bahasa tersebut; dan (6) rendahnya kemandirian belajar siswa di suatu sekolah menengah atas. Untuk Iebih jelas berikut diberikan contoh dalam mengidentifikasi masalah:
Ketika guru masuk kelas, pada jam 7 pagi, 5 Agustus 2002, munid-murid kelas
IV SD itu sangat ribut. Beberapa mondar-mandir di depan kelas, beberapa berkelakar, dan yang lain bercakap-cakap satu sama lainnya. Sadar gurunya sudah datang mereka terdiam dan mencari meja masing-masing. Mereka lalu duduk manis, tangan cli meja., dengan tangan kanan menumpangi tangan kin. Guru memberi salain, “Good morning, children.” Murid-murid menjawab, “Good morning, Mam.” “Is anybody absent?” Tidak ada yang menjawab. Lalu dia mengulangi pertanyaan dalam bahasa Indonesia, “Ada yang tidak masuk?” Mereka saling berpandangan sebentar. “Tidak ada, Bu,” kata Sutanto, ketua kelasnya. “Bagus. Hail mi kalian akan belajar nama-nama binatang. Kalian sudah siap?” “Sudah, Bu,” jawab murid-murid serentak. “Good. Prepare your pens and notebooks. Copy the words from the board.” Tidak ada yang menanggapi. “Kalian mengerti maksud Ibu?” “Tidak, Bu,” jawab murid-murid serentak. Guru lalu menyampaikan pesan yang sama dalam bahasa Indonesia.
Sementara murid-murid menyiapkan buku dan pena mereka, guru menulis 15 nama binatang dalam bahasa Indonesia di papan tulis, berderet ke bawah. Setelah selesai, dia berkeliling kelas melihat-lihat apakah murid-muridnya menulisnya dengan benar ejaannya. Kadang dia berhenti untuk membantu murid yang mengalami kesulitan.
Setelah murid-murid selesai menuliskan ke- 15 nama binatang tersebut, dia meminta anak-anak melihat papan tulis. “Siapa yang tahu bahasa Inggrisnya nama binatang-binatang mi?” Sutanto tunjuk jan. “Bagaimana yang lain?” Tidak ada yang menanggapi. “Baiklah. Apa yang kamu ketahui, Susanto?” “Saya tahu dua saja, Bu. Kucing disebut /tfatl (diucapkan seperti kalau membaca bahasa Indonesia) dan sapi /t.fow/” “Coba kamu tulis dua nama itu di samping naina bahasa Indonesia di papan tulis itu,” pinta gurunya. “Bagus. Tetapi membacanya tidak begitu.” Dia memberikan contoh melafalkan kedua nama tersebut secara benar dan minta murid-murid untuk menirukan bersamasama. Kemudian dia melengkapi nama-nama 15 binatang dalam bahasa Inggris. Kemudian dia mengambil alat penunjuk dan minta murid-murid untuk menirukan guru.
Dengan menunjukkan alat itu ke nama-nama bahasa Inggris binatang di papan tulis satu per satu, dia melafalkan nama itu dan muridmuridnya menirukannya secara kiasikal. Kemudian dia minta separuh kelas (sisi kanan) menirukan dan separuhnya lagi (sisi kin) mendengarkan, dan sebaliknya. Langkah mi diikuti pengecekan secara individual dengan minta 6 orang murid satu per satu menirukan pelafalan nama-nama binatang tersebut. Kegiatan terakhir menirukan dilakukan seluruh kelas. (Lafal guru sempurna).
Lalu guru berkata, “I like birds. I do not like cats. Do you like cats, Surti?” Surti diani. “Saya suka burung. Saya tidak suka kucing. Apakah kainu suka kucing, Surti?” “Tidak, Bu.” “Kamu, Tanto?” “Ya, Bu.” Lalu dia menuliskan di papan tulis kalimat 1. 1 like birds. I do not like cats; 2. Tanto likes cats; 3.Surti does not like cats. Lalu dia menerjemahkan empat kalimat dalam bahasa Indonesia. Murid-murid diminta menuliskan empat kalimat tersebut dalam bukunya dan dia berkeliling kelas untuk memeriksa apakah mereka benar dalam ejaan. Beberapa kali dia membantu murid yang salah ejaannya. Setelah selesai menulis, murid-murid diminta melihat papan tulis dan membuat dua kalimat sejenis dengan contoh nomor 1 dan 2 sesuai dengan binatang yang disukai dan tidak disukai. Lalu sekitar separuh kelas diminta maju sam per sam untukmembaca kalimatnya.
Guru membetulkan lafal yang salah. Karena waktu sudah habis, guru memberi PR dengan meminta setiap anak untuk menanyakan 10 teman, boleh teman sekelas atau kakak/adik kelas binatang apa yang mereka sukai dan tidak sukai di antara 10 binatang yang ada dalam daftar. Terakhir guru memberi salam perpisahan dengan mengucapkan,“Good bye,” dan dijawab oleh sebagian murid. Seperti dapat dilihat pada contoh guru telah melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Akan tetapi kegiatannya terbatas pada pembelajaran tentang lafal, dan terjemahan kata per kata, lalu membuat kalimat terpisah. Tampak bahwa siswa terlibat aktif, tetapi ditinjau dan sudut pandang pembelajaran bahasa komunikatif, proses pembelajaran tersebut belum baik karena belum melibatkan siswa dalam kegiatan menggunakan ungkapan-ungkapan yang dipelajani untuk berkomunikasi, misalnya lewat permainan dan bermain peran.
Data awal yang dicermati bersama oleh peneliti dan kolaboratornya dalam sua.sana terbuka di mana setiap peserta penelitian mendapatkan hak berbicara sehingga terjadi dialog profesional yang enak. Tentu sala rnasalah yang ditemukan tidak mungkin hanya satu, biasanya ada sederet masalah. Maka, peneliti bersama kolaboratornya perlu membatasi masalah, atau menentukan fokus penelitian. Dalam kasus pengajaran bahasa Inggris di atas, kualitas pembelajaran di kelas dianggap sebagai masalah yang perlu segera dipecahkan agar hasil pembelajaran yang diharapkan dapat dicapai, yaitu keterampilan menggunakan bahasa Inggris untuk berkomunikasi. Setelah ditentukan,masalah perlu dirumuskan.
b. Perumusan masalah
Seperti telah disebutkan di atas, masalah penelitian tindakan yang merupakan kesenjangan antara keadaan nyata dan keadaan yang diinginkan hendaknya dideskripsikan untuk dapat merumuskannya.’3 Pada intinya, rumusan masalah hams mengandung deskripsi tentang kenyataan yang ada dan keadaan yang diinginkan. dalam rumusan ada deskripsi tentang keadaan nyata dan deskripsi tentang keadaan yang diinginkan dan kesenjangan antara dua keadaan tersebut merupakan masalah yang hams diselesaikan dengan menutupnya melalui tindakan yang sesuai. Bagaimana cara menutupnya? Karena penelitian tindakan merupakan kegiatan akademik dan profesional, seorang peneliti perlu mencari wawasan teoretis dan pustaka yang relevan untuk dapat menentukan cara-cara yang akan digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitiannya. Pustaka yang ditinjau hendaknya mencakup teori-teori dan hasil penelitian yang relevan. Satu hal yang perlu diingat adalah bahwa teori dalam penelitian tindakan bukan untuk diuji, melainkan untuk menuntun peneliti dalam membuat keputusan-keputusan selama proses penelitian berlangsung. Wawasan teoretis sangat mendukung proses
2. Analisis Masalah.
Pada akhir tinjauan pustaka, peneliti tindakan dapat mengajukan hipotesis tindakan atau pertanyaan penelitia. Analisis masalah perlu dilakukan untuk mengetahui demensi-dimensi masalah yang mungkin ada untuk mengidentifikasikan aspek-aspek pentingnya dan untuk memberikan penekanan yang memadai. Analisis masalah melibatkan beberapa jenis kegiatan, tergantung pada kesulitan yang ditunjukkan dalam pertanyaan masalahnya, analisis sebab dan akibat tentang kesulitan yang dihadapi, pemeriksaan asumsi yang dibuat kajian terhadap data penelitian yang tersedia, atau mengamankan data pendahuluan untuk mengklarifikasi persoalan atau untuk mengubah perspektif orang-orang yang terlibat dalam penelitian tentang masalahnya. Kegiatan-kegiatan mi dapat dilakukan melalui diskusi di antara para peserta penelitian dan fasilitatornya, juga kajian pustaka yang relevan.
Untuk mempertajam hasil analisis, peneliti dapat berusaha menjawab sebagian pertanyaan di bawah mi yang dianggap gayut dengan permasalahannya.
a. Apa hubungan antara individu dan kelompok dalam situasi mi?
b. Apa yang ditunjukkan oleh situasi mi tentang hubungan antara jati din individual dan budayanya?
c. Bagaimana situasi mi menunjukkan kerja hubungan antara nilai-nilai orang dan kepentingan din mereka?
d. Sejauh mana situasi mi dibentuk oleh kondisi objekt/ dan sejauh mana situasi dibentuk oleh kondisi subjektif (harapan, cam memahami dunia) orang-orang yang terlibat.
e. Apa yang ditunjukkan oleh situasi ini tentang kekuatan, khususnya hubungan antara kendall dan perlawanan?
f. Apa yang ditunjukkan oleh situasi ini tentang hubungan antara pententangan dan perlembagaan?
g. Apa yang ditunjukkan oleh situasi ini tentang hubungan antara agen manusia (kapasitas kemauan manusia) dan struktur sosial (kerangka kerja sosial) yang membentuk dan membatasi kapasitas untuk melaksanakan kemauan?
h. Apa yang ditunjukkan oleh situasi ini tentang hubungan antara teori dan praktik?
i. Apa yang ditunjukkan oleh situasi ini tentang hubungan antara proses dan produk?
j. Apa yang ditunjukkan oleh situasi ini tentang hubungan antara pendidikan dan masyarakat?
k. Apa yang ditunjukkan oleh situasi ini tentang hubungan antara reproduksi dan transformasi?
l. Apa yang ditunjukkan oleh situasi ini tentang hubungan antara stabilitas (atau kesinambungan sejarah) dan perubahan (atau keputusan sejarah)?
m. Apa yang ditunjukkan oleh situasi ini tentang hubungan antara keadaan dan konsekuensi, atau tentang hubungan antara tujuan dan pencapaian?
Tentu saja peneliti mungkin dapat menjawab semua pertanyaan di atas atau menjawab semua pertanyaan secara menyeluruh. Namun daftar pertanyaan ini dapat membantu peneliti dalam memahami situasi yang ada bersama gejala-gejala yang perlu diteliti.
Pertanyaan-pertanyaan di atas mungkin akan membuat peneliti merasa miskin pengetahuan tentang situasi yang akan diteliti sehingga mampu melihat kekurangan pada dirinya. Kemampuan untuk melihat kekurangan yang ada path dirinya adalah salah satu persyaratan bagi keberhasilan penelitian tindakan itu sendiri.
3. Perumusan Hipotesis Tindakan
Hipotesis dalam penelitian tindakan bukan hipotesis perbedaan atau hubungan, melainkan hipotesis tindakan.14 Idealnya hipotesis penelitian tindakan mendekati keketatan penelitian formal. Namun situasi lapangan yang senantiasa berubah membuatnya sulit untuk memenuhi tuntutan itu. Rumusan hipotesis tindakan memuat tindakan yang diusulkan untuk menghasilkan perbaikan yang diinginkan. Untuk sampai pada pemilihan tindakan yang dianggap tepat, peneliti dapat mulai dengan menimbang prosedur-prosedur yang mungkin dapat dilaksanakan agar perbaikan yang diinginkan dapat dicapai sampai
Dalam menimbang-nimbang berbagai prosedur ini sebaiknya peneliti mencari masukan dan sejawat atau orangorang yang peduli lainnya dan mencari ilham dan teorilhasil penelitian yang telah ditinjau seblumnya sehingga rumusan hipotesis akan lebih tepat.
Contoh hipotesis tindakan akan diberikan di sini. Situasinya adalah kelas yang siswa-siswanya sangat lamban dalam memahami bacaan. Berdasarkan analisis masalahnya peneliti menyimpulkan bahwa siswa-siswa tersebut memiliki kebiasaan membaca yang salah dalam memahami makna bahan bacaannya, dan bahwa ‘kesiapan pengalaman’ untuk memahami konteks perlu ditingkatkan. Maka hipotesis tindakannya sebagai berikut: “Bila kebiasaan membaca yang salah dibetulkan lewat teknik-teknik perbaikan yang tepat untuk memahami konteks bacaan ditingkatkan, maka siswa akan meningkat kecepatan membacanya.”Apabila setelah dilaksanakan tindakan yang direncanakan dan telah diamati, hipotesis tindakan mi temyata meleset dalam arti pengaruh tindakannya belum seperti yang diinginkan, peneliti harus merumuskan hipotesis tindakan yang baru untuk putaran penelitian tindakan berikutnya. Dengan demikian, dalam suatu putaran spiral penelitian tindakan, peneliti merumuskan hipotesis, dan pada putaran berikutnya merumuskan hipotesis yang lain, dan putaran berikutnya lagi merumuskan hipotesis yang lain lagi ... begitu seterusnya, sehingga pelaksanaan tugas terus meningkat kualitasnya.
Untuk melengkapi contoh hipotesis tindakan, berikut disajikan hipotesis tindakan suatu proyek penelitian tindakan yang dilaporkan oleh Elliott (1988). Guru tidak mungkin bergeser dan situasi formal kalau mereka menggunakan pendekatan terstruktur jangka pendek Yang dimaksud dengan pendekatan terstruktur jangka pendek adalah pendekatan untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah ditentukan dalam waktu yang singkat.
Penggunaan terstruktur jangka pendek cenderung menceburkan guru ke dalam salah satu dan dua dilema yang mungkin timbul. Pertama, ada kemungkinan bahwa siswa menggunakan alur penalaran yang berbeda dengan alur penalaran yang diinginkan oleh guru. Katakan misalnya, guru telah menentukan waktu yang digunakan untuk mencapai tujuan. Karena ada perbedaan alur penalaran antara dia dan siswanya, dia terpaksa mencapai tujuan itu dalam waktu yang lebih lama, atau dia hams mengendalikan penalaran siswa agar sama dengan alur penalarannya. Jika cam kedua yang dipilih, ketergantungan intelektual siswa path posisi orang yang berwenang pasti bertambah. Kedua, siswa mungkin sama sekali tidak dapat melakukan banyak penalaran. Lagi-lagi, agar mencapai tujuan dalam waktu yang ditentukan guru mungkin membimbing siswa ke arah tujuan itu dengan memberinya terlalu banyak petunjuk. Dalam situasi seperti itu kemungkinan besar siswa banyak menebak ke arah mana jawaban yang diinginkan oleh guru karena mereka tidak ingin terlalu menyimpang dan jawaban yang diinginkan oleh guru. Dengan demikian, siswa mulai kehilangan kemerdekaan penalarannya. Dengan kata lain, ketergantungan siswa kepada guru meningkat.
Untuk menghilangkan tebak-menebak dan bergeser dan sitiiasi formal ke situasi informal, guru mungkin harus menahan din untuk tidak melakukan hal-hal berikut:(1) Mengubah topic, guru mengubah topik yang sedang dibicarakan mungkin menghambat siswa dalam mengungkapkan dan mengembangkan gagasan-gagasannya sendiri karena siswa cenderung menafsirkan perubahan tersebut sebagai usaha untuk mendapatkan kesesuaian dengan alur penalaran tertentu. (2) Penguatan positif, ungkapan tanggapan positif yang terlalu mantap, seperti ‘bagus’, ‘menarik’, dan ‘betul’ sebagai tanggapan terhadap gagasan tertentu yang diungkapkan siswa dapat menghalangi pengungkapan dan pembahasan gagasan-gagasan yang lain karena siswa cenderung menafsirkan penguatan tersebut sebagai usaha untuk mengesahkan pengembangan gagasan tertentu saja, dan menutup kemungkinan pengembangan gagasan-gagasan yang lain. (3) Pengajuan pertanyaan kritis secara selektif, guru yang mengajukan pertanyaan yang kritis kepada siswa-siswa tertentu saja dan bukan kepada siswa-siswa lainnya mungkin menghalangi kelompok siswa pertama untuk mengembangkan gagasan-gagasannya karena pertanyaan demikian cenderung ditafsirkan sebagai evaluasi negatif terhadap gagasangagasan yang diungkapkan. (4) Pertanyaan dan pernyataan yang mengarah, pertanyaan dan pemyataan yang mengandung informasi tentang jawaban yang diinginkan guru mungkin menghalangi siswa untuk mengembangkan gagasangagasan sendiri karena mereka cenderung menafsirkan tindakan demikian sebanai usaha menahambat atau membata.si arah pemikiran mereka. (5) Mengundang kesepakatan bulat, guru menanggapi gagasan-gagasan siswa dengan pertanyaan seperti ‘Apakah kalian semua setuju?’ atau ‘Apakah ada yang tidak setuju?’ cenderung menghalangi pengungkapan keragaman pikiran atau pendapat. (6) Urutan pertanyaanl jawaban, guru yang selalu mengajukan pertanyaan setelah mendengar jawaban siswa terhadap pertanyaan sebelumnya mungkin menghalangi siswa untuk mengemukakan gagasan-gagasan mereka sendiri karena siswa mungkin menafsirkan pola demikian sebagai usaha untuk mengendalikan masukan dan urutan gagasan. (7) Mengendalikan informasi factual, guru yang menyampaikan informasi faktual secara pribadi, apakah secara lisan atau tertulis, mungkin menghalangi siswa untuk mengevaluasinya karena siswa cenderung menafsirkan intervensi demikian sebagai usaha untuk membuat mereka menerima kebenaran. (8) Tidak meminta evaluasi, guru yang tidak meminta siswanya untuk mengevaluasi informasi yang mereka pelajari mungkin menghalangi mereka untuk mengritik karena siswa cenderung menafsirkan situasi tersebut sebagai hal yang melarang adanya kritik.
Guru yang menggunakan pendekatan terstruktur jangka panjang dalam konteks di mana siswa secara psikologis bergantung kepada guru lebih kecil kemungkinannya untuk bergeser dan situasi formal dibandingkan dengan guru yang menggunakan pendekatan tak terstruktur. Ketika siswa sangat bergantung kepada guru secara psikologis, guru mungkin dapat mengurangi ketergantungan tersebut dengan jalan meyakinkan bahwa mereka tidak dapat mendapatkan jawaban daripadanya. Pertanda apa pun yang menunjukkan digunakannya pendekatan terstruktur, meskipun dalam jangka panjang, mendorong mereka untuk menghabiskan tenaganya untuk medapatkan jawaban clan gurunya. Tentu saja, guru dapat berusaha meyakinkan siswanya bahwa dia tidak memiliki jawaban yang diinginkan, tetapi mungkin cara yang baik adalah mengusahakan mencapai tujuan-tujuan yang tak terstruktur sebingga siswa lebih leluasa dalam mengembangkan gagasan-gagasan mereka untuk sampai path jawaban yang diinginkan.
F. PENUTUP
Penelitian tindakan kelas merupakan salah satu jenis penelitian dan berbagai jenis penelitian yang ada seperti penelitian deskriptif dan eksperimen. Namun, penelitian tindakan kelas merupakan penelitian paling tepat dan strategis untuk perbaikan proses dan hasil pembelajaran.
Oleh karena itu, jenis penelitian ini tepat untuk dipahami dan di aplikasikan dalam mengatasi masalah pembelajaran dalam dunia pendidikan. Dengan membiasakan diri merespons permasalahan aktual yang muncul dilingkungan pendidikan terutama pembelajaran, dan usaha untuk mengatasinya, niscaya akan mampu mengatasi problematika dalam proses pembelajaran.
Suharjono,Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Kegiatan Pengembangan Profesi Guru, Dalam Suharsimi,Ppenelitian Tindakan Kelas, dalam PTK, (Jakarta: Bumi Aksara,2007).
Kunandar, Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas, Sebagai Pengembangan profesi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008)
Suharsimi, Penelitian Tindakan Kelas, dalam PTK, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007)
Ibid.
Departemen pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995),h. 1060
http://www.last modified.go.id, akses pada Senin 9 April2008, Jam 11.39 Wib
Suharsismi Arikunto, op.cit
Suharsimi Arikunto, op.cit
http://pakguruonhine.pendidikan penelitian tinclakan kelas.html, akses pada Senin 9 April
2008, Jam 11.39 Wib
Supardi, Penelitian Tindakan Kelas Beserta Sistematika Proposal dan Laporan, dalam PTK (Jakarta: Bumi Aksara, 2007),
http://pakguruonline.penelitian.net./penelitian tindakan kelas html, akses pada Senin 9 April,
2008, Jam 11.30 Wib
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional,( Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2007),.
Sugiyono, Memahami Penelitian KualiratJ (Bandung: Alfabeta, 2007),
Suharjono, op.cit.,
Selasa, 02 Desember 2008
Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori dan belum menggunakan fakta.
Dalam penelitian yang menggunakan analisis statistik inferensial, terdapat dua hipotesis yang perlu diuji, yaitu hipotesis penelitian dan hipotesis statistik. Menguji hipotesis penelitian berarti menguji jawaban yang sementara (tentatif) itu apakah betul-betul terjadi pada sampel yang diteliti atau tidak. Kalau terjadi, berarti hipotesis penelitian terbukti, dan kalau tidak berarti tidak terbukti. Selanjutnya menguji hipotesis statistik, berarti menguji apakah hipotesis penelitian yang telah terbukti atau tidak terbukti berdasarkan data sampel itu dapat diberlakukan pada populasi atau tidak.
Menurut tingkat penjelasan (level of explanation) variabel yang diteliti, maka terdapat tiga bentuk hipotesis yang dirumuskan dan diuji, yaitu:
1. Hipotesis Deskriptif
Hipotesis deskriptif, merupakan dugaan terhadap nilai satu variabel dalam satu sampel walaupun di dalamnya bisa terdapat beberapa kategori.
Contoh:
Ho : Kecenderungan masyarakat memilih warna mobil gelap
Ha : Kecenderungan masyarakat memilih warna mobil bukan warna gelap
2. Hipotesis Komparatif
Hipotesis komparatif merupakan dugaan terhadap perbandingan nilai dua sampel atau lebih. Dalam hal komparasi ini terdapat beberapa macam, yaitu:
a. Komparasi Berpasangan (Related) dalam dua sampel dan lebih dari dua sampel (k sampel)
Contoh :
Ho : Tidak terdapat perbedaan nilai penjualan sebelum dan sesudah ada iklan
Ha : Ada perbedaan nilai penjualan sebelum dan sesudah ada iklan
b. Komparasi Independen dalam dua sampel dan lebih dari dua sampel (k sampel)
Contoh:
Ho : Tidak terdapat perbedaan antara birokrat dan akademisi dalam memilih partai
Ha : Terdapat perbedaan antara birokrat dan akademisi dalam memilih partai
3. Hipotesis Asosiatif (Hubungan)
Hipotesis asosiatif merupakan dugaan terhadap hubungan antara dua variabel atau lebih.
Contoh:
Ho : Tidak terdapat hubungan antara motivasi dan hasil belajar matematika
Ha : Terdapat hubungan antara motivasi dan hasil belajar matematika
B. HIPOTESIS
1. Apakah hipotesis itu?
Hipotesis, secara sederhana merupakan dugaan sementara yang diharapkan terjadi dalam penelitian. Kadang-kadang pertanyaan penelitian dinyatakan sebagai hipotesis, apa bedanya?
Pertanyaan penelitian: Apakah ada perbedaan minat siswa terhadap pelajaran IPA antara siswa yang diajar oleh guru yang sama gendernya dan guru yang berbeda gendernya?
Hipotesis: Siswa yang belajar IPA dari guru yang sama gendernya akan lebih tinggi minatnya dibandingkan dengan siswa yang belajar IPA dari guru yang berbeda gendernya.
Pertanyaan penelitian: Apakah ada perbedaan hasil belajar siswa antara kelas dengan model pembelajaran inkuiri dan model pembelajaran tradisional?
Hipotesis: hasil belajar siswa pada kelas dengan model pembelajaran inkuiri lebih tinggi daripada kelas dengan model pembelajaran tradisional.
Atau: Ada perbedaan hasil belajar antara siswa pada kelas yang dikenai model pembelajaran inkuiri dengan siswa yang dikenai model pembelajaran tradisional.
2. Keuntungan menentukan pertanyaan penelitian sebagai hipotesis
a. Hipotesis memfokuskan kita untuk berpikir lebih dalam tentang kemungkinan sebagai pengganti hipotesis membimbing peneliti ke arah pemahaman yang lebih luas tentang implikasi pertanyaan dan variabel yang terlibat. Dengan menentukan hipotesis, peneliti harus berpikir lebih hati-hati.
b. Menentukan pertanyaan penelitian sebagai pengganti hipotesis berkaitan dengan filsafat sains. Rasional yang mendasari filsafat sains: Jika ingin membangun suatu pengetahuan, selain menjawab pertanyaan penelitian maka perumusan hipotesis merupakan strategi yang baik yang memungkinkan seseorang dapat melakukan prediksi spesifik berdasarkan bukti sebelumnya atau argumen teoretis.
Contoh: Berdasarkan teori relativitas Einstein, banyak hipotesis yang dirumuskan sebagai hasil teori Einstein, yang kemudian diverifikasi melalui penelitian. Semakin banyak prediksi yang menjadi kenyataan berarti semakin memperkuatt gagasan awal teori relativitas Einstein.
3. Kelemahan menentukan pertanyaan penelitian sebagai hipotesis
a. Disadari atau tidak, merumuskan hipotesis dapat bersifat bias. Sebab sekali seorang peneliti merumuskan hipotesis, maka ia cenderung untuk menyusun prosedur atau memanipulasi data untuk memperoleh hasil yang diharapkannya. Peneliti diharapkan jujur secara intelektual meskipun ada kekeliruan. Tetapi komitmen terhadap hipotesis dapat menimbulkan distorsi secara tak disadari.
b. Kelemahan kedua, perhatian yang terfokus pada hipotesis, dapat menghalangi peneliti untuk memperhatikan fenomena yang penting dalam penelitiannya. Misalnya: seorang peneliti mengkaji “efek kelas yang humanistik terhadap motivasi siswa” dapat mengarahkan peneliti untuk lebih menggali karakteristik lain seperti jenis kelamin atau cara pengmabilan keputusan yang lebih mudah terlihat dan malah tidak terfokus pada motivasi siswa.
4. Hipotesis yang signifikan
Signifikan artinya “bermakna”. Untuk menilai signifikansi suatu hipotesis mari perhatikan contoh berikut:
Hipotesis 1
a. Siswa kelas dua lebih senang menonton tv daripada sekolah
b. Kesenangan siswa kelas dua terhadap sekolah lebih rendah daripada siswa kelas satu, tetapi lebih tinggi daripada siswa kelas tiga.
Hipotesis 2
a. Banyak siswa dengan kemampuan akademik rendah lebih menyukaki kelas regular daripada kelas khusus.
b. Siswa dengan kemampuan akademik rendah akan lebih bersikap negatif tentang dirinya bila ditempatkan di kelas khusus daripada di kelas regular.
Hipotesis 3
a. Guru yang menggunakan model pembelajaran kooperatif akan menghadapi reaksi siswa yang berbeda dibandingkan dengan guru yang menggunakan model pembelajaran tradisional.
b. Siswa yang mengalami pembelajaran koperatif akan lebih senang belajar dibandingkan dengan siswa yang mengalami model pembelajaran tradisional.
Dari 3 hipotesis di atas, dapat disimpulkan bahwa hipotesis (b) lebih bermakna, karena hubungan yang akan dikaji jelas dan spesifik, mengarahkan peneliti untuk menggali informasi yang bermanfaat bagi peneliti lain yang berminat untuk meniliti lebih lanjut.
5. Hipotesis terarah vs hipotesis tak terarah
Hipotesis terarah adalah hipotesis yang memiliki arah spesifik (lebih tinggi, lebih rendah, tinggim kurang dsb) yang diharapkan muncul dalam penelitian. Arah khusus yang diharapkan ini akan menjadi dasar bagi landasan teori yang perlu dikaji, hasil penelitian serupa yang pernah dilakukan, dan pengalaman sebelumnya. Bagian (b) dari ketiga hipotesis di atas merupakan hipotesis terarah.
Kadang-kadang sulit bagi peneliti untuk menentukan hipotesis yang terarah. Jika peneliti menduga ada hubungan tetapi tidak memiliki dasar teori untuk memprediksi hubungan tersebut, maka ia tak dapat membuat hipotesis terarah. Bagian (a) dari ketiga hipotesis di atas merupakan hipotesis tak terarah. Hipotesis (a) dapat diubah menjadi hipotesis terarah bila pernyataannya diubah menjadi:
1a. Siswa kelas 1, 2, dan 3 memiliki perasaan yang berbeda terhadap sekolah
2a. Ada perbedaan sikap pada siswa yang memiliki kemampuan akademik rendah bila ditempatkan di kelas regular dan kelas khusus.
3a. Ada perbedaan kepuasan pada siswa yang mengalami pembelajaran kooperatif dan siswa yang mengalami pembelajaran tradisional
Dalam penelitian yang menggunakan analisis statistik inferensial, terdapat dua hipotesis yang perlu diuji, yaitu hipotesis penelitian dan hipotesis statistik. Menguji hipotesis penelitian berarti menguji jawaban yang sementara (tentatif) itu apakah betul-betul terjadi pada sampel yang diteliti atau tidak. Kalau terjadi, berarti hipotesis penelitian terbukti, dan kalau tidak berarti tidak terbukti. Selanjutnya menguji hipotesis statistik, berarti menguji apakah hipotesis penelitian yang telah terbukti atau tidak terbukti berdasarkan data sampel itu dapat diberlakukan pada populasi atau tidak.
Menurut tingkat penjelasan (level of explanation) variabel yang diteliti, maka terdapat tiga bentuk hipotesis yang dirumuskan dan diuji, yaitu:
1. Hipotesis Deskriptif
Hipotesis deskriptif, merupakan dugaan terhadap nilai satu variabel dalam satu sampel walaupun di dalamnya bisa terdapat beberapa kategori.
Contoh:
Ho : Kecenderungan masyarakat memilih warna mobil gelap
Ha : Kecenderungan masyarakat memilih warna mobil bukan warna gelap
2. Hipotesis Komparatif
Hipotesis komparatif merupakan dugaan terhadap perbandingan nilai dua sampel atau lebih. Dalam hal komparasi ini terdapat beberapa macam, yaitu:
a. Komparasi Berpasangan (Related) dalam dua sampel dan lebih dari dua sampel (k sampel)
Contoh :
Ho : Tidak terdapat perbedaan nilai penjualan sebelum dan sesudah ada iklan
Ha : Ada perbedaan nilai penjualan sebelum dan sesudah ada iklan
b. Komparasi Independen dalam dua sampel dan lebih dari dua sampel (k sampel)
Contoh:
Ho : Tidak terdapat perbedaan antara birokrat dan akademisi dalam memilih partai
Ha : Terdapat perbedaan antara birokrat dan akademisi dalam memilih partai
3. Hipotesis Asosiatif (Hubungan)
Hipotesis asosiatif merupakan dugaan terhadap hubungan antara dua variabel atau lebih.
Contoh:
Ho : Tidak terdapat hubungan antara motivasi dan hasil belajar matematika
Ha : Terdapat hubungan antara motivasi dan hasil belajar matematika
B. HIPOTESIS
1. Apakah hipotesis itu?
Hipotesis, secara sederhana merupakan dugaan sementara yang diharapkan terjadi dalam penelitian. Kadang-kadang pertanyaan penelitian dinyatakan sebagai hipotesis, apa bedanya?
Pertanyaan penelitian: Apakah ada perbedaan minat siswa terhadap pelajaran IPA antara siswa yang diajar oleh guru yang sama gendernya dan guru yang berbeda gendernya?
Hipotesis: Siswa yang belajar IPA dari guru yang sama gendernya akan lebih tinggi minatnya dibandingkan dengan siswa yang belajar IPA dari guru yang berbeda gendernya.
Pertanyaan penelitian: Apakah ada perbedaan hasil belajar siswa antara kelas dengan model pembelajaran inkuiri dan model pembelajaran tradisional?
Hipotesis: hasil belajar siswa pada kelas dengan model pembelajaran inkuiri lebih tinggi daripada kelas dengan model pembelajaran tradisional.
Atau: Ada perbedaan hasil belajar antara siswa pada kelas yang dikenai model pembelajaran inkuiri dengan siswa yang dikenai model pembelajaran tradisional.
2. Keuntungan menentukan pertanyaan penelitian sebagai hipotesis
a. Hipotesis memfokuskan kita untuk berpikir lebih dalam tentang kemungkinan sebagai pengganti hipotesis membimbing peneliti ke arah pemahaman yang lebih luas tentang implikasi pertanyaan dan variabel yang terlibat. Dengan menentukan hipotesis, peneliti harus berpikir lebih hati-hati.
b. Menentukan pertanyaan penelitian sebagai pengganti hipotesis berkaitan dengan filsafat sains. Rasional yang mendasari filsafat sains: Jika ingin membangun suatu pengetahuan, selain menjawab pertanyaan penelitian maka perumusan hipotesis merupakan strategi yang baik yang memungkinkan seseorang dapat melakukan prediksi spesifik berdasarkan bukti sebelumnya atau argumen teoretis.
Contoh: Berdasarkan teori relativitas Einstein, banyak hipotesis yang dirumuskan sebagai hasil teori Einstein, yang kemudian diverifikasi melalui penelitian. Semakin banyak prediksi yang menjadi kenyataan berarti semakin memperkuatt gagasan awal teori relativitas Einstein.
3. Kelemahan menentukan pertanyaan penelitian sebagai hipotesis
a. Disadari atau tidak, merumuskan hipotesis dapat bersifat bias. Sebab sekali seorang peneliti merumuskan hipotesis, maka ia cenderung untuk menyusun prosedur atau memanipulasi data untuk memperoleh hasil yang diharapkannya. Peneliti diharapkan jujur secara intelektual meskipun ada kekeliruan. Tetapi komitmen terhadap hipotesis dapat menimbulkan distorsi secara tak disadari.
b. Kelemahan kedua, perhatian yang terfokus pada hipotesis, dapat menghalangi peneliti untuk memperhatikan fenomena yang penting dalam penelitiannya. Misalnya: seorang peneliti mengkaji “efek kelas yang humanistik terhadap motivasi siswa” dapat mengarahkan peneliti untuk lebih menggali karakteristik lain seperti jenis kelamin atau cara pengmabilan keputusan yang lebih mudah terlihat dan malah tidak terfokus pada motivasi siswa.
4. Hipotesis yang signifikan
Signifikan artinya “bermakna”. Untuk menilai signifikansi suatu hipotesis mari perhatikan contoh berikut:
Hipotesis 1
a. Siswa kelas dua lebih senang menonton tv daripada sekolah
b. Kesenangan siswa kelas dua terhadap sekolah lebih rendah daripada siswa kelas satu, tetapi lebih tinggi daripada siswa kelas tiga.
Hipotesis 2
a. Banyak siswa dengan kemampuan akademik rendah lebih menyukaki kelas regular daripada kelas khusus.
b. Siswa dengan kemampuan akademik rendah akan lebih bersikap negatif tentang dirinya bila ditempatkan di kelas khusus daripada di kelas regular.
Hipotesis 3
a. Guru yang menggunakan model pembelajaran kooperatif akan menghadapi reaksi siswa yang berbeda dibandingkan dengan guru yang menggunakan model pembelajaran tradisional.
b. Siswa yang mengalami pembelajaran koperatif akan lebih senang belajar dibandingkan dengan siswa yang mengalami model pembelajaran tradisional.
Dari 3 hipotesis di atas, dapat disimpulkan bahwa hipotesis (b) lebih bermakna, karena hubungan yang akan dikaji jelas dan spesifik, mengarahkan peneliti untuk menggali informasi yang bermanfaat bagi peneliti lain yang berminat untuk meniliti lebih lanjut.
5. Hipotesis terarah vs hipotesis tak terarah
Hipotesis terarah adalah hipotesis yang memiliki arah spesifik (lebih tinggi, lebih rendah, tinggim kurang dsb) yang diharapkan muncul dalam penelitian. Arah khusus yang diharapkan ini akan menjadi dasar bagi landasan teori yang perlu dikaji, hasil penelitian serupa yang pernah dilakukan, dan pengalaman sebelumnya. Bagian (b) dari ketiga hipotesis di atas merupakan hipotesis terarah.
Kadang-kadang sulit bagi peneliti untuk menentukan hipotesis yang terarah. Jika peneliti menduga ada hubungan tetapi tidak memiliki dasar teori untuk memprediksi hubungan tersebut, maka ia tak dapat membuat hipotesis terarah. Bagian (a) dari ketiga hipotesis di atas merupakan hipotesis tak terarah. Hipotesis (a) dapat diubah menjadi hipotesis terarah bila pernyataannya diubah menjadi:
1a. Siswa kelas 1, 2, dan 3 memiliki perasaan yang berbeda terhadap sekolah
2a. Ada perbedaan sikap pada siswa yang memiliki kemampuan akademik rendah bila ditempatkan di kelas regular dan kelas khusus.
3a. Ada perbedaan kepuasan pada siswa yang mengalami pembelajaran kooperatif dan siswa yang mengalami pembelajaran tradisional
Senin, 01 Desember 2008
Kiat Sukses Ikuti Diklat PLPG Sertifikasi Guru
Oleh Suyatno
Minggu ini merupakan masa penantian panjang seorang guru dalam kepastian lolos sertifikasi melalui portofolio atau mengikuti diklat PLPG untuk angkatan 2008. Yang lolos, sudah pasti, dia akan mengembangkan senyum dan seraya bersyukur sedangkan yang tidak lolos, pastilah sedikit bersedih dan bersusah. Sedih dan susah merupakan sesuatu yang sangat wajar. Hadapilah dengan biasa dan mengalir saja.
Untuk yang tidak lolos melalui dokumen portofolio, tentunya, garduguru mengucapkan selamat karena akan mengikuti diklat. Kok ucapan selamat? Ya. Dalam diklat yang sembilan hari itu, tentu, banyak yang didapat oleh seorang guru sehingga sedikit banyak memberikan perubahan gaya mengajar kelak. Kedua, selamat karena peserta tidak ditarik biaya untuk diklat sembilan hari dengan makan dan jajanan gratis. Ketiga, peserta akan menemui kawan yang senasib dan tentu akan menjadi relasi baru dalam pembelajaran ke depan. Keempat, peserta dapat istirahat sejenak dalam mengajar untuk sekadar refreshing dalam diklat.
Lalu, bagaimana agar lancar dalam diklat dan tentunya sekaligus lolos? Gampang dan mudah. Peserta pasti lolos asal mengikuti diklat dengan serius, disiplin, dan memahami materinya. He.he. (ya..pasti begitu).
Diklat PLPG sertifikasi guru dirancang dengan model pelatihan partisipatif. Peserta lebih banyak praktik untuk melaksanakan pembelajaran inovatif termasuk sistem evaluasi dan cara meneliti tindakan kelasnya. Penilaian untuk peserta diambil dari hasil tes tulis di akhir diklat, partisipatipasi peserta saat diklat di tiap topik sajian, hasil tugas, penilaian teman sebaya, dan kehadiran.
Berikut kiatnya. Pertama, buang jauh kekesalan, kesedihan, dan rasa malas kemudian ganti dengan percaya diri, optimistis, dan berniat. Ketiga, bawalah kurikulum, buku pelajaran, dan buku lainnya dalam diklat sebagai acuan meskipun nanti peserta akan mendapatkan modul pelatihannya. Keempat, masuklah tepat waktu dan jangan sekali-kali izin karena hal itu termasuk dalam penilaian. Kelima, bacalah modul dengan seksama meskipun penatar tidak menyuruh membaca karena soal tes diambil dari modul itu. Keenam, aktiflah di kelompok dengan kesetiakawanan tinggi, empati, dan toleransi karena hal itu juga menjadi bagian penilaian teman sejawat. Ketujuh, buatlah RPP yang inovatif dan praktikkan saat peer teaching dengan baik. Peer teaching maksudnya praktik mengajar di depan teman-teman diklat sendiri. Dalam peer teaching, penatar akan menunggui dan memberikan penilaian tentang sikap, gaya mengajar, membuka, menerangkan, menutup, bertanya, menegelola kelas, dan menggunakan media inovatif. Untuk itu, jangan sampai dalam peer teaching, grogi, tidak keluar suara, gemetar, dan sebagainya. Anggap saja seperti mengajar ke siswa di sekolah.
Saat diklat berlangsung, cobalah menikmati dengan membuang segala prasangka buruk tetapi justru membangun suasana diklat dengan kegembiraan dan kehendak untuk maju yang tinggi. Dengan begitu, diklat akan terasa berjalan dengan nyaman dan serasa cepat. Percayalah.
Minggu ini merupakan masa penantian panjang seorang guru dalam kepastian lolos sertifikasi melalui portofolio atau mengikuti diklat PLPG untuk angkatan 2008. Yang lolos, sudah pasti, dia akan mengembangkan senyum dan seraya bersyukur sedangkan yang tidak lolos, pastilah sedikit bersedih dan bersusah. Sedih dan susah merupakan sesuatu yang sangat wajar. Hadapilah dengan biasa dan mengalir saja.
Untuk yang tidak lolos melalui dokumen portofolio, tentunya, garduguru mengucapkan selamat karena akan mengikuti diklat. Kok ucapan selamat? Ya. Dalam diklat yang sembilan hari itu, tentu, banyak yang didapat oleh seorang guru sehingga sedikit banyak memberikan perubahan gaya mengajar kelak. Kedua, selamat karena peserta tidak ditarik biaya untuk diklat sembilan hari dengan makan dan jajanan gratis. Ketiga, peserta akan menemui kawan yang senasib dan tentu akan menjadi relasi baru dalam pembelajaran ke depan. Keempat, peserta dapat istirahat sejenak dalam mengajar untuk sekadar refreshing dalam diklat.
Lalu, bagaimana agar lancar dalam diklat dan tentunya sekaligus lolos? Gampang dan mudah. Peserta pasti lolos asal mengikuti diklat dengan serius, disiplin, dan memahami materinya. He.he. (ya..pasti begitu).
Diklat PLPG sertifikasi guru dirancang dengan model pelatihan partisipatif. Peserta lebih banyak praktik untuk melaksanakan pembelajaran inovatif termasuk sistem evaluasi dan cara meneliti tindakan kelasnya. Penilaian untuk peserta diambil dari hasil tes tulis di akhir diklat, partisipatipasi peserta saat diklat di tiap topik sajian, hasil tugas, penilaian teman sebaya, dan kehadiran.
Berikut kiatnya. Pertama, buang jauh kekesalan, kesedihan, dan rasa malas kemudian ganti dengan percaya diri, optimistis, dan berniat. Ketiga, bawalah kurikulum, buku pelajaran, dan buku lainnya dalam diklat sebagai acuan meskipun nanti peserta akan mendapatkan modul pelatihannya. Keempat, masuklah tepat waktu dan jangan sekali-kali izin karena hal itu termasuk dalam penilaian. Kelima, bacalah modul dengan seksama meskipun penatar tidak menyuruh membaca karena soal tes diambil dari modul itu. Keenam, aktiflah di kelompok dengan kesetiakawanan tinggi, empati, dan toleransi karena hal itu juga menjadi bagian penilaian teman sejawat. Ketujuh, buatlah RPP yang inovatif dan praktikkan saat peer teaching dengan baik. Peer teaching maksudnya praktik mengajar di depan teman-teman diklat sendiri. Dalam peer teaching, penatar akan menunggui dan memberikan penilaian tentang sikap, gaya mengajar, membuka, menerangkan, menutup, bertanya, menegelola kelas, dan menggunakan media inovatif. Untuk itu, jangan sampai dalam peer teaching, grogi, tidak keluar suara, gemetar, dan sebagainya. Anggap saja seperti mengajar ke siswa di sekolah.
Saat diklat berlangsung, cobalah menikmati dengan membuang segala prasangka buruk tetapi justru membangun suasana diklat dengan kegembiraan dan kehendak untuk maju yang tinggi. Dengan begitu, diklat akan terasa berjalan dengan nyaman dan serasa cepat. Percayalah.
Inovasi Pembelajaran
Cara Menghadapi Siswa Celometan atau overspeech
Oleh Suyatno
Di kelas, kadang banyak siswa yang celometan dengan suara keras, menyela tanpa makna, dan melawak saat guru berada di tengah-tengah mereka. Guru yang baik tentunya dapat mengatasi hal itu dengan cara cantik. Namun, guru yang tidak baik, dia akan marah atau terbawa arus sehingga pembelajaran menjadi rusak dan tujuan pembelajaran tidak tercapai.
Siswa celometan atau overspeech merupakan perwujudan dari rasa ingin diperhatikan, dianggap paling jago, dan disegani. Itu merupakan hal yang wajar bagi eksistensi siswa. Hanya saja, kalau berlebihan, pembelajaran akan terganggu. Berikut ini cara untuk menghadapi siswa celometan itu.
1. Abaikan
Saat mengajar, tiba-tiba ada seorang siswa yang celometan mencari perhatian. Kalau yang celometan itu sendirian, guru perlu mengabaikan, jangan dilihat, dan pandangan arahkan ke teman lain yang diam. Biarkan saja. Siswa itu akan menghentikan sendiri celometannya.
2. Tegurlah
Jika celometan terus menerus dan mengganggu konsentrasi kelas, guru perlu menegur siswa tersebut. Teguran itu upayakan didengar oleh teman lainnya sehingga siswa celometan itu merasa malu dengan isi celometannya.
3. Ingatkan
Jika celometan berlangsung agak lama dan dilakukan banyak siswa, guru perlu memberikan peringatan dengan suara lebih keras, tepuk, atau ketuk sambil ucapkan kata "coba perhatikan", dengan agak lantang.
4. Hukumlah
Siswa yang berkali-kali celometan tanpa memperhatikan peringatan atau teguruan perlu diberikan hukuman yang tentunya bersifat mendidik. Umpamanya, siswa itu ditunjuk untuk mengerjakan soal dengan jumlah lebih atau hukuman nonfisik lainnya.
Celometan terjadi di setiap situasi. Apalagi, saat guru tidak siap, tanpa media, dan tanpa perencanaan, celometan akan terjadi lebih serius. Kunci agar siswa tidak celometan adalah (1) kuasailah kelas dengan tampilan dan suara yang baik dan mudah diterima siswa; (2) jangan cepat tertawa dengan lelucon dangkal dari siswa yang hanya bersifat menggoda; (3) aturlah pandangan ke semua siswa tanpa pandang buluh; (4) berjalanlah dengan penyesuain tinggi terhadap perencanaan; dan (5) jangan salah ucap, salah berdiri, dan jangan menggunakan pakaian yang membuat siswa tertawa.
Kondisi di atas sering terjadi pada guru baru yang belum mempunyai aura mengajar dengan baik. Kalau guru lama, dia sudah mempunyai kiat khusus untuk itu. Namun, guru baru hanya menguasai materi tetapi belum kaya dengan cara menampilkan di situasi siswa yang berbeda-beda. Hanya pengalaman mengajarlah yang akan membuat siswa tidak celometan tak terkendali. Pengalaman adalah guru yang terbaik. Hadapilah siswa celometan dengan tegar dan hati yang sabar.
Oleh Suyatno
Di kelas, kadang banyak siswa yang celometan dengan suara keras, menyela tanpa makna, dan melawak saat guru berada di tengah-tengah mereka. Guru yang baik tentunya dapat mengatasi hal itu dengan cara cantik. Namun, guru yang tidak baik, dia akan marah atau terbawa arus sehingga pembelajaran menjadi rusak dan tujuan pembelajaran tidak tercapai.
Siswa celometan atau overspeech merupakan perwujudan dari rasa ingin diperhatikan, dianggap paling jago, dan disegani. Itu merupakan hal yang wajar bagi eksistensi siswa. Hanya saja, kalau berlebihan, pembelajaran akan terganggu. Berikut ini cara untuk menghadapi siswa celometan itu.
1. Abaikan
Saat mengajar, tiba-tiba ada seorang siswa yang celometan mencari perhatian. Kalau yang celometan itu sendirian, guru perlu mengabaikan, jangan dilihat, dan pandangan arahkan ke teman lain yang diam. Biarkan saja. Siswa itu akan menghentikan sendiri celometannya.
2. Tegurlah
Jika celometan terus menerus dan mengganggu konsentrasi kelas, guru perlu menegur siswa tersebut. Teguran itu upayakan didengar oleh teman lainnya sehingga siswa celometan itu merasa malu dengan isi celometannya.
3. Ingatkan
Jika celometan berlangsung agak lama dan dilakukan banyak siswa, guru perlu memberikan peringatan dengan suara lebih keras, tepuk, atau ketuk sambil ucapkan kata "coba perhatikan", dengan agak lantang.
4. Hukumlah
Siswa yang berkali-kali celometan tanpa memperhatikan peringatan atau teguruan perlu diberikan hukuman yang tentunya bersifat mendidik. Umpamanya, siswa itu ditunjuk untuk mengerjakan soal dengan jumlah lebih atau hukuman nonfisik lainnya.
Celometan terjadi di setiap situasi. Apalagi, saat guru tidak siap, tanpa media, dan tanpa perencanaan, celometan akan terjadi lebih serius. Kunci agar siswa tidak celometan adalah (1) kuasailah kelas dengan tampilan dan suara yang baik dan mudah diterima siswa; (2) jangan cepat tertawa dengan lelucon dangkal dari siswa yang hanya bersifat menggoda; (3) aturlah pandangan ke semua siswa tanpa pandang buluh; (4) berjalanlah dengan penyesuain tinggi terhadap perencanaan; dan (5) jangan salah ucap, salah berdiri, dan jangan menggunakan pakaian yang membuat siswa tertawa.
Kondisi di atas sering terjadi pada guru baru yang belum mempunyai aura mengajar dengan baik. Kalau guru lama, dia sudah mempunyai kiat khusus untuk itu. Namun, guru baru hanya menguasai materi tetapi belum kaya dengan cara menampilkan di situasi siswa yang berbeda-beda. Hanya pengalaman mengajarlah yang akan membuat siswa tidak celometan tak terkendali. Pengalaman adalah guru yang terbaik. Hadapilah siswa celometan dengan tegar dan hati yang sabar.
Keterampilan Proses
Keterampilan proses adalah keterampilan yang diperoleh dari latihan kemampuan-kemampuan mental, fisik dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan-kemampuan mendasar yang telah dikembangkan dan telah terlatih lama-kelamaan akan menjadi suatu keterampilan, sedangkan pendekatan keterampilan proses adalah cara memandang anak didik sebagai manusia seutuhnya. Cara memandang ini dijabarkan dalam kegiatan belajar mengajar memperhatikan pengembangan pengetahuan, sikap, nilai serta keterampilan. Ketiga unsur itu menyatu dalam satu individu dan terampil dalam bentuk kreativitas.
Tujuan pengajaran sains sebagai proses adalah untuk meningkatkan keterampilan berpikir siswa, sehingga siswa bukan hanya mampu dan terampil dalam bidang psikomotorik, melainkan juga bukan sekedar ahli menghafal. Berdasarkan penjelasan di atas pada keterampilan proses, guru tidak mengharapkan setiap siswa akan menjadi ilmuan, melainkan dapat mengemukakan ide bahwa memahami sains sebagian bergantung pada kemampuan memandang dan bergaul dengan alam menurut cara-cara seperti yang diperbuat oleh ilmuan.
Dalam pembelajaran IPA, Keterampilan-keterampilan proses sains adalah keterampilan-keterampilan yang dipelajari siswa saat mereka melakukan inkuiri ilmiah (Nur:2002a,1), mereka menggunakan berbagai macam keterampilan proses, bukan hanya satu metode ilmiah tunggal. Keterampilan-keterampilan proses tersebut adalah pengamatan, pengklasifikasian, penginferensian, peramalan, pengkomunikasian, pengukuran, penggunaan bilangan, pengintepretasian data, melakukan eksperimen, pengontrolan variabel, perumusan hipotesis, pendefinisian secara operasional, dan perumusan model (Nur:2002a,1).
Selain itu melalui proses belajar mengajar dengan pendekatan keterampilan proses dilakukan dengan keyakinan bahwa sains adalah alat yang potensial untuk membantu mengembangkan kepribadian siswa, dimana kepribadian siswa yang berkembang ini merupakan prasyarat untuk melanjutkan kejalur profesi apapun yang diminatinya.
Dalam menerapkan keterampilan proses dasar sains dalam kegiatan belajar mengajar, ada dua alasan yang melandasinya yaitu:
a. bahwa dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka laju pertumbuhan produk-produk ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi pesat pula, sehingga tidak mungkin lagi guru mengajarkan semua fakta dan konsep kepada siswa. Jika guru tetap mengajarkan semua fakta dan konsep dari berbagai cabang ilmu, maka sudah jelas target itu tidak akan tercapai. Untuk itu siswa perlu dibekali dengan keterampilan untuk mencari dan mengolah informasi dari berbagai sumber, dan tidak semata-mata dari guru.
b. bahwa sains itu dipandang dari dua dimensi, yaitu dimensi produk dan dimensi proses. Dengan melihat alasan ini betapa pentingnya keterampilan proses bagi siswa untuk mendapatkan ilmu yang akan berguna bagi siswa dimasa yang akan datang, sehingga bangsa kita akan dapat sejajar dengan bangsa yang maju lainnya.
Bagi siswa, beberapa keterampilan proses dasar dimulai dengan keterampilan proses yang sederhana yaitu observasi atau pengamatan, perumusan masalah atau pertanyaan dan perumusan hipotesis.
Untuk memperjelas keterampilan-keterampilan proses sains di atas maka dibawah ini akan dijelaskan secara singkat yaitu:
1) Pengamatan adalah penggunaan indera-indera anda. Mengamati dengan penglihatanm pendengaran, pengecapan, perabaan, dan pembauan..
2) Perumusan Hipotesis adalah perumusan dugaan yang masuk akal yang dapat diuji tentang bagaimana atau mengapa sesuatu terjadi. (Nur:2002a,4).
Tujuan pengajaran sains sebagai proses adalah untuk meningkatkan keterampilan berpikir siswa, sehingga siswa bukan hanya mampu dan terampil dalam bidang psikomotorik, melainkan juga bukan sekedar ahli menghafal. Berdasarkan penjelasan di atas pada keterampilan proses, guru tidak mengharapkan setiap siswa akan menjadi ilmuan, melainkan dapat mengemukakan ide bahwa memahami sains sebagian bergantung pada kemampuan memandang dan bergaul dengan alam menurut cara-cara seperti yang diperbuat oleh ilmuan.
Dalam pembelajaran IPA, Keterampilan-keterampilan proses sains adalah keterampilan-keterampilan yang dipelajari siswa saat mereka melakukan inkuiri ilmiah (Nur:2002a,1), mereka menggunakan berbagai macam keterampilan proses, bukan hanya satu metode ilmiah tunggal. Keterampilan-keterampilan proses tersebut adalah pengamatan, pengklasifikasian, penginferensian, peramalan, pengkomunikasian, pengukuran, penggunaan bilangan, pengintepretasian data, melakukan eksperimen, pengontrolan variabel, perumusan hipotesis, pendefinisian secara operasional, dan perumusan model (Nur:2002a,1).
Selain itu melalui proses belajar mengajar dengan pendekatan keterampilan proses dilakukan dengan keyakinan bahwa sains adalah alat yang potensial untuk membantu mengembangkan kepribadian siswa, dimana kepribadian siswa yang berkembang ini merupakan prasyarat untuk melanjutkan kejalur profesi apapun yang diminatinya.
Dalam menerapkan keterampilan proses dasar sains dalam kegiatan belajar mengajar, ada dua alasan yang melandasinya yaitu:
a. bahwa dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka laju pertumbuhan produk-produk ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi pesat pula, sehingga tidak mungkin lagi guru mengajarkan semua fakta dan konsep kepada siswa. Jika guru tetap mengajarkan semua fakta dan konsep dari berbagai cabang ilmu, maka sudah jelas target itu tidak akan tercapai. Untuk itu siswa perlu dibekali dengan keterampilan untuk mencari dan mengolah informasi dari berbagai sumber, dan tidak semata-mata dari guru.
b. bahwa sains itu dipandang dari dua dimensi, yaitu dimensi produk dan dimensi proses. Dengan melihat alasan ini betapa pentingnya keterampilan proses bagi siswa untuk mendapatkan ilmu yang akan berguna bagi siswa dimasa yang akan datang, sehingga bangsa kita akan dapat sejajar dengan bangsa yang maju lainnya.
Bagi siswa, beberapa keterampilan proses dasar dimulai dengan keterampilan proses yang sederhana yaitu observasi atau pengamatan, perumusan masalah atau pertanyaan dan perumusan hipotesis.
Untuk memperjelas keterampilan-keterampilan proses sains di atas maka dibawah ini akan dijelaskan secara singkat yaitu:
1) Pengamatan adalah penggunaan indera-indera anda. Mengamati dengan penglihatanm pendengaran, pengecapan, perabaan, dan pembauan..
2) Perumusan Hipotesis adalah perumusan dugaan yang masuk akal yang dapat diuji tentang bagaimana atau mengapa sesuatu terjadi. (Nur:2002a,4).
Tahapan Pembelajaran Penemuan Terbimbing
Pembelajaran penemuan terbimbing dikembangkan berdasarkan pandangan kognitif tentang pembelajaran dan prinsip-prinsip konstruktivis. Menurut prinsip ini siswa dilatih dan didorong untuk dapat belajar secara mandiri. Dengan kata lain, belajar secara konstruktivis lebih menekankan belajar berpusat pada siswa sedangkan peranan guru adalah membantu siswa menemukan fakta, konsep atau prinsip untuk diri mereka sendiri bukan memberikan ceramah atau mengendalikan seluruh kegiatan kelas.
Konstruktivis adalah salah satu pilar dari Contextual Teaching and Learning, dimana siswa diharapkan membangun pemahaman oleh diri sendiri dari pengalaman-pengalaman baru berdasarkan pada pengalaman awal dan pemahaman yang mendalam dikembangkan melalui pengalaman-pengalaman belajar bermakna.
Pembelajaran penemuan terbimbing mempunyai kesamaan dengan pembelajaran berdasarkan masalah dan inquiri yang juga penerapannya berdasarkan teori konstruktivis, maka penemuan terbimbing termasuk salah satu pembelajaran yang sesuai dengan Contextual Teaching and Learning (CTL).
Menurut Sund (dalam Suryosubroto, 1996: 193), discovery merupakan bagian dari inquiri, atau inquiri merupakan perluasan proses discovery yang digunakan lebih mendalam. Discovery adalah proses mental dimana siswa mengasimilasi suatu konsep atau suatu prinsip. Proses mental tersebut misalnya mengamati, menggolongkan, membuat simpulan dan sebagainya.
Pembelajaran penemuan ada persamaannya dengan pembelajaran berdasarkan masalah.
Menurut Ibrahim dan Nur (2000: 23), kedua model ini menekankan keterlibatan siswa secara aktif, orientasi induktif lebih ditekankan daripada deduktif, dan siswa mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Pembelajaran berdasarkan masalah (PBI) membantu siswa menjadi pebelajar yang mandiri dan otonom melalui bimbingan guru yang secara berulang-ulang mendorong dan mengarahkan siswa untuk mencari penyelesaian terhadap masalah nyata. Namun pembelajaran penemuan dan PBI berbeda dalam beberapa hal yang penting yaitu, pada penemuan terbimbing sebagian besar didasarkan pada pertanyaan-pertanyaan berdasarkan disiplin, dan penyelidikan siswa berlangsung di bawah bimbingan guru terbatas pada lingkungan kelas.
Berbeda dengan pembelajaran penemuan terbimbing, pembelajaran berdasarkan masalah dimulai dengan masalah kehidupan nyata yang bermakna yang memberikan kesempatan kepada siswa dalam memilih dan melakukan penyelidikan yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut. Selain itu, karena masalah itu merupakan masalah kehidupan nyata, pemecahannya memerlukan penyelidikan antara disiplin (Arends, 1997).
Tahap-tahap pembelajaran
1. Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang diberikan guru.
2. Mengorganisasikan siswa dalam belajar
Guru membantu siswa mendefenisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas yang berkaitan dengan masalah serta menyediakan alat.
3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
4. Menyajikan / mempresentasikan hasil kegiatan
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model yang membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
5. Mengevaluasi kegiatan
Guru membantu siswa untuk merefleksi pada penyelidikan dan proses penemuan yang digunakan.
Sumber: (Ibrahim dan Nur, 2000: 13)
Karena pembelajaran penemuan terbimbing merupakan pembelajaran penemuan dan bimbingan guru, dan ada persamaannya dengan pembelajaran berdasarkan masalah, oleh sebab itu dalam penelitian ini menggunakan tahapan dengan mengadaptasi dari tahapan PBI.
Carin (1993a) memberikan petunjuk dalam merencanakan dan menyiapkan pembelajaran penemuan terbimbing sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan yang akan dipelajari oleh siswa.
2. Memilih metode yang sesuai dengan kegiatan penemuan.
3. Menentukan lembar pengamatan untuk siswa.
4. Menyiapkan alat dan bahan secara lengkap.
5. Menentukan dengan cermat apakah siswa akan bekerja secara individu atau secara kelompok yang terdiri dari 2,3 atau 4 siswa.
6. Mencoba terlebih dahulu kegiatan yang akan dikerjakan oleh siswa untuk mengetahui kesulitan yang mungkin timbul atau kemungkinan untuk modifikasi.
Selanjutnya, untuk mencapai tujuan di atas Carin (1993a) menyarankan hal-hal sebagai berikut:
a. Memberikan bantuan agar siswa dapat memahami tujuan kegiatan yang dilakukan.
b. Memeriksa bahwa semua siswa memahami tujuan kegiatan prosedur yang harus dilakukan.
c. Sebelum kegiatan dilakukan menjelaskan pada siswa tentang cara bekerja yang aman.
d. Mengamati setiap siswa selama mereka melakukan kegiatan.
e. Memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk mengembalikan alat dan bahan yang digunakan.
f. Melakukan diskusi tentang kesimpulan untuk setiap jenis kegiatan.
Konstruktivis adalah salah satu pilar dari Contextual Teaching and Learning, dimana siswa diharapkan membangun pemahaman oleh diri sendiri dari pengalaman-pengalaman baru berdasarkan pada pengalaman awal dan pemahaman yang mendalam dikembangkan melalui pengalaman-pengalaman belajar bermakna.
Pembelajaran penemuan terbimbing mempunyai kesamaan dengan pembelajaran berdasarkan masalah dan inquiri yang juga penerapannya berdasarkan teori konstruktivis, maka penemuan terbimbing termasuk salah satu pembelajaran yang sesuai dengan Contextual Teaching and Learning (CTL).
Menurut Sund (dalam Suryosubroto, 1996: 193), discovery merupakan bagian dari inquiri, atau inquiri merupakan perluasan proses discovery yang digunakan lebih mendalam. Discovery adalah proses mental dimana siswa mengasimilasi suatu konsep atau suatu prinsip. Proses mental tersebut misalnya mengamati, menggolongkan, membuat simpulan dan sebagainya.
Pembelajaran penemuan ada persamaannya dengan pembelajaran berdasarkan masalah.
Menurut Ibrahim dan Nur (2000: 23), kedua model ini menekankan keterlibatan siswa secara aktif, orientasi induktif lebih ditekankan daripada deduktif, dan siswa mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Pembelajaran berdasarkan masalah (PBI) membantu siswa menjadi pebelajar yang mandiri dan otonom melalui bimbingan guru yang secara berulang-ulang mendorong dan mengarahkan siswa untuk mencari penyelesaian terhadap masalah nyata. Namun pembelajaran penemuan dan PBI berbeda dalam beberapa hal yang penting yaitu, pada penemuan terbimbing sebagian besar didasarkan pada pertanyaan-pertanyaan berdasarkan disiplin, dan penyelidikan siswa berlangsung di bawah bimbingan guru terbatas pada lingkungan kelas.
Berbeda dengan pembelajaran penemuan terbimbing, pembelajaran berdasarkan masalah dimulai dengan masalah kehidupan nyata yang bermakna yang memberikan kesempatan kepada siswa dalam memilih dan melakukan penyelidikan yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut. Selain itu, karena masalah itu merupakan masalah kehidupan nyata, pemecahannya memerlukan penyelidikan antara disiplin (Arends, 1997).
Tahap-tahap pembelajaran
1. Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang diberikan guru.
2. Mengorganisasikan siswa dalam belajar
Guru membantu siswa mendefenisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas yang berkaitan dengan masalah serta menyediakan alat.
3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
4. Menyajikan / mempresentasikan hasil kegiatan
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model yang membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
5. Mengevaluasi kegiatan
Guru membantu siswa untuk merefleksi pada penyelidikan dan proses penemuan yang digunakan.
Sumber: (Ibrahim dan Nur, 2000: 13)
Karena pembelajaran penemuan terbimbing merupakan pembelajaran penemuan dan bimbingan guru, dan ada persamaannya dengan pembelajaran berdasarkan masalah, oleh sebab itu dalam penelitian ini menggunakan tahapan dengan mengadaptasi dari tahapan PBI.
Carin (1993a) memberikan petunjuk dalam merencanakan dan menyiapkan pembelajaran penemuan terbimbing sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan yang akan dipelajari oleh siswa.
2. Memilih metode yang sesuai dengan kegiatan penemuan.
3. Menentukan lembar pengamatan untuk siswa.
4. Menyiapkan alat dan bahan secara lengkap.
5. Menentukan dengan cermat apakah siswa akan bekerja secara individu atau secara kelompok yang terdiri dari 2,3 atau 4 siswa.
6. Mencoba terlebih dahulu kegiatan yang akan dikerjakan oleh siswa untuk mengetahui kesulitan yang mungkin timbul atau kemungkinan untuk modifikasi.
Selanjutnya, untuk mencapai tujuan di atas Carin (1993a) menyarankan hal-hal sebagai berikut:
a. Memberikan bantuan agar siswa dapat memahami tujuan kegiatan yang dilakukan.
b. Memeriksa bahwa semua siswa memahami tujuan kegiatan prosedur yang harus dilakukan.
c. Sebelum kegiatan dilakukan menjelaskan pada siswa tentang cara bekerja yang aman.
d. Mengamati setiap siswa selama mereka melakukan kegiatan.
e. Memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk mengembalikan alat dan bahan yang digunakan.
f. Melakukan diskusi tentang kesimpulan untuk setiap jenis kegiatan.
Pembelajaran Penemuan Terbimbing
Ciri Penemuan terbimbing
Pembelajaran penemuan terbimbing merupakan salah satu bagian dari pembelajaran penemuan yang banyak melibatkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Dilihat dari segi kadar aktivitas interaksi antara guru dan siswa, dan antara siswa dengan siswa, maka penemuan terbimbing merupakan kombinasi antara pembelajaran langsung dan pembelajaran tidak langsung.
Ada hubungan yang kuat antara kadar dominansi guru dengan kesiapan mental untuk menginternalisasi konsep-konsep, yaitu usia dan perkembangan mental siswa, dan hubungan antara pengetahuan awal dan konstruksi konsep IPA yang dimiliki siswa dengan kemampuan siswa untuk mengikuti pembelajaran penemuan, baik secara terbimbing maupun secara bebas.
Siswa hanya dapat memahami konsep-konsep sains sesuai dengan kesiapan intelektualnya, semakin muda siswa yang dihadapi oleh guru, guru perlu lebih banyak menyajikan pengalaman kepada mereka untuk menggali pengetahuan awal dan membimbing mereka untuk membentuk konsep-konsep. Siswa yang lebih dewasa, membutuhkan lebih sedikit keterlibatan aktif guru karena mereka lebih banyak berinisiatif untuk bekerja dan guru akan berfungsi sebagai fasilitator, nara sumber, pendorong, dan pembimbing.
Pembelajaran dengan penemuan, siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Selain itu, dalam pembelajaran penemuan siswa juga belajar pemecahan masalah secara mandiri dan keterampilan-keterampilan berfikir, karena mereka harus menganalisis dan memanipulasi informasi (Slavin, 1994).
Namun dalam proses penemuan ini siswa mendapat bantuan atau bimbingan dari guru agar mereka lebih terarah sehingga baik proses pelaksanaan pembelajaran maupun tujuan yang dicapai terlaksana dengan baik. Bimbingan guru yang dimaksud adalah memberikan bantuan agar siswa dapat memahami tujuan kegiatan yang dilakukan dan berupa arahan tentang prosedur kerja yang perlu dilakukan dalam kegiatan pembelajaran (Ratumanan, 2002).
Beberapa keuntungan Pembelajaran penemuan terbimbing yaitu siswa belajar bagaimana belajar (learn how to learn), belajar menghargai diri sendiri, memotivasi diri dan lebih mudah untuk mentransfer, memperkecil atau menghindari menghafal dan siswa bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri (Carin, 1995b: 107).
Pembelajaran penemuan terbimbing membuat siswa melek sains dan teknologi, dan dapat memecahkan masalah, karena mereka benar-benar diberi kesempatan berperan serta di dalam kegiatan sains sesuai dengan perkembangan intelektual mereka dengan bimbingan guru. Penemuan terbimbing yang dilakukan oleh siswa dapat mengarah pada terbentuknya kemampuan untuk melakukan penemuan bebas di kemudian hari (Carin, 1993b).
Kegiatan pembelajaran penemuan terbimbing mempunyai persamaan dengan kegiatan pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan proses. Kegiatan pembelajaran penemuan terbimbing menekankan pada pengalaman belajar secara langsung melalui kegiatan penyelidikan, menemukan konsep dan kemudian menerapkan konsep yang telah diperoleh dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan kegiatan belajar yang berorientasi pada keterampilan proses menekankan pada pengalaman belajar langsung, keterlibatan siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran, dan penerapan konsep dalam kehidupan sehari-hari, dengan demikian bahwa penemuan terbimbing dengan keterampilan proses ada hubungan yang erat sebab kegiatan penyelidikan, menemukan konsep harus melalui keterampilan proses. Hal ini didukung oleh Carin (1993b: 105), “Guided discovery incorporates the best of what is known about science processes and product.” Penemuan terbimbing mamadukan yang terbaik dari apa yang diketahui siswa tentang produk dan proses sains.
Pembelajaran penemuan terbimbing merupakan salah satu bagian dari pembelajaran penemuan yang banyak melibatkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Dilihat dari segi kadar aktivitas interaksi antara guru dan siswa, dan antara siswa dengan siswa, maka penemuan terbimbing merupakan kombinasi antara pembelajaran langsung dan pembelajaran tidak langsung.
Ada hubungan yang kuat antara kadar dominansi guru dengan kesiapan mental untuk menginternalisasi konsep-konsep, yaitu usia dan perkembangan mental siswa, dan hubungan antara pengetahuan awal dan konstruksi konsep IPA yang dimiliki siswa dengan kemampuan siswa untuk mengikuti pembelajaran penemuan, baik secara terbimbing maupun secara bebas.
Siswa hanya dapat memahami konsep-konsep sains sesuai dengan kesiapan intelektualnya, semakin muda siswa yang dihadapi oleh guru, guru perlu lebih banyak menyajikan pengalaman kepada mereka untuk menggali pengetahuan awal dan membimbing mereka untuk membentuk konsep-konsep. Siswa yang lebih dewasa, membutuhkan lebih sedikit keterlibatan aktif guru karena mereka lebih banyak berinisiatif untuk bekerja dan guru akan berfungsi sebagai fasilitator, nara sumber, pendorong, dan pembimbing.
Pembelajaran dengan penemuan, siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Selain itu, dalam pembelajaran penemuan siswa juga belajar pemecahan masalah secara mandiri dan keterampilan-keterampilan berfikir, karena mereka harus menganalisis dan memanipulasi informasi (Slavin, 1994).
Namun dalam proses penemuan ini siswa mendapat bantuan atau bimbingan dari guru agar mereka lebih terarah sehingga baik proses pelaksanaan pembelajaran maupun tujuan yang dicapai terlaksana dengan baik. Bimbingan guru yang dimaksud adalah memberikan bantuan agar siswa dapat memahami tujuan kegiatan yang dilakukan dan berupa arahan tentang prosedur kerja yang perlu dilakukan dalam kegiatan pembelajaran (Ratumanan, 2002).
Beberapa keuntungan Pembelajaran penemuan terbimbing yaitu siswa belajar bagaimana belajar (learn how to learn), belajar menghargai diri sendiri, memotivasi diri dan lebih mudah untuk mentransfer, memperkecil atau menghindari menghafal dan siswa bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri (Carin, 1995b: 107).
Pembelajaran penemuan terbimbing membuat siswa melek sains dan teknologi, dan dapat memecahkan masalah, karena mereka benar-benar diberi kesempatan berperan serta di dalam kegiatan sains sesuai dengan perkembangan intelektual mereka dengan bimbingan guru. Penemuan terbimbing yang dilakukan oleh siswa dapat mengarah pada terbentuknya kemampuan untuk melakukan penemuan bebas di kemudian hari (Carin, 1993b).
Kegiatan pembelajaran penemuan terbimbing mempunyai persamaan dengan kegiatan pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan proses. Kegiatan pembelajaran penemuan terbimbing menekankan pada pengalaman belajar secara langsung melalui kegiatan penyelidikan, menemukan konsep dan kemudian menerapkan konsep yang telah diperoleh dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan kegiatan belajar yang berorientasi pada keterampilan proses menekankan pada pengalaman belajar langsung, keterlibatan siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran, dan penerapan konsep dalam kehidupan sehari-hari, dengan demikian bahwa penemuan terbimbing dengan keterampilan proses ada hubungan yang erat sebab kegiatan penyelidikan, menemukan konsep harus melalui keterampilan proses. Hal ini didukung oleh Carin (1993b: 105), “Guided discovery incorporates the best of what is known about science processes and product.” Penemuan terbimbing mamadukan yang terbaik dari apa yang diketahui siswa tentang produk dan proses sains.
Model Pembelajaran Kooperatif

Model Pembelajaran Kooperatif
Bagi guru atau pembaca yang tertarik untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif, silahkan membaca lebih lanjut. Saya mencoba mendeskripsikan apa itu pembelajaran kooperatif dan contoh aplikasinya dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang sesuai dengan standar isi dalam KTSP. Semoga bermanfaat.
Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur penghargaan (Arends, 1997: 110-111).
a. Struktur tugas mengacu pada cara pengaturan pembelajaran dan jenis kegiatan siswa dalam kelas
b. Struktur tujuan, yaitu sejumlah kebutuhan yang ingin dicapai oleh siswa dan guru pada akhir pembelajaran atau saat siswa menyelesaikan pekerjaannya. Ada tiga macam struktur tujuan, yaitu:
1) struktur tujuan individualistik, yaitu tujuan yang dicapai oleh seorang siswa secara individual tidak memiliki konsekuensi terhadap pencapaian tujuan siswa lainnya,
2) struktur tujuan kompetitif, yaitu seorang siswa dapat mencapai tujuan sedangkan siswa lain tidak mencapai tujuan tersebut, dan
3) struktur tujuan kooperatif, yaitu siswa secara bersama-sama mencapai tujuan, setiap individu mempunyai andil dalam pencapaian tujuan.
c. Struktur penghargaan kooperatif, yaitu penghargaan yang diberikan pada kelompok jika keberhasilan kelompok sebagai akibat keberhasilan bersama anggota kelompok.
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Eggen dan Kauchak (1993: 319) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai sekumpulan strategi mengajar yang digunakan guru agar siswa saling -membantu dalam mempelajari sesuatu. Oleh karena itu belajar kooperatif ini juga dinamakan “belajar teman sebaya.”
Menurut Slavin (1997), pembelajaran kooperatif, merupakan metode pembelajaran dengan siswa bekerja dalam kelompok yang memiliki kemampuan heterogen.
Pembelajaran kooperatif atau cooperative learning mengacu pada metode pengajaran, siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar (Nur dan Wikandari, 2000:25).
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaktidaknya tiga tujuan penting pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial (Ibrahim, dkk, 2000:7).
Pendapat setara menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk mengajarkan materi yang agak kompleks, membantu mencapai tujuan pembelajaran yang berdimensi sosial, dan hubungan antara manusia. Belajar secara kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar
kognitif‑konstruktivis dan teori belajar sosial (Kardi dan Nur, 2000:15).
2. Ciri-ciri Pembelajaran kooperatif
Menurut Arends (1997: 111), pembelajaran yang menggunakan model kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan materi belajar,
2) kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah,
3) jika mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda-beda,
4) penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu.
3. Langkah-langkah Pembelajaran kooperatif
Pembelajaran kooperatif dilaksanakan mengikuti tahapan-tahapan sebagai berikut (Ibrahim, M., dkk., 2000: 10)
a. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan perlengkapan pembelajaran.
b. Menyampaikan informasi.
c. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.
d. Membantu siswa belajar dan bekerja dalam kelompok.
e. Evaluasi atau memberikan umpan balik.
f. Memberikan penghargaan.
4. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaktidaknya tiga tujuan pembelajaran yang disarikan dalam Ibrahim, dkk (2000:7‑8) sebagai berikut:
a. Meskipun pembelajaran kooperatif meliputi berbagai macam tujuan sosial, tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas‑tugas akademik. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep‑konsep yang sulit. Model struktur penghargaan kooperatif juga telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.
b. Penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan. Pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latarbelakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain.
c. Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini penting karena banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan sosial.
5. Keterampilan Kooperatif
Pembelajaran kooperatif bukan hanya mempelajari materi saja, tetapi siswa atau peserta didik juga harus mempelajari keterampilan‑keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Fungsi keterampilan kooperatif adalah untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Untuk membuat keterampilan kooperatif dapat bekerja, guru harus mengajarkan keterampilan-keterampilan kelompok dan sosial yang dibutuhkan. Keterampilan‑keterampilan itu menurut Ibrahim, dkk. (2000:47‑55), antara lain:
a. Keterampilan‑keterampilan Sosial
Keterampilan sosial melibatkan perilaku yang menjadikan hubungan sosial berhasil dan memungkinkan seseorang bekerja secara efektif dengan orang lain.
b. Keterampilan Berbagi
Banyak siswa mengalami kesulitan berbagi waktu dan bahan. Komplikasi ini dapat mendatangkan masalah pengelolaan yang serius selama pelajaran pembelajaran kooperatif. Siswa‑siswa yang mendominasi sering dilakukan secara sadar dan tidak memahami akibat perilaku mereka terhadap siswa lain atau terhadap kelompok mereka.
c. Keterampilan Berperan Serta
Sementara ada sejumlah siswa mendominasi kegiatan kelompok, siswa lain tidak mau atau tidak dapat berperan serta. Terkadang siswa yang menghindari kerja kelompok karena malu. Siswa yang tersisih adalah jenis lain siswa yang mengalami kesulitan berperan serta dalam kegiatan kelompok.
d. Keterampilan‑keterampilan Komunikasi
Kelompok pembelajaran kooperatif tidak dapat berfungsi secara efektif apabila kerja kelompok itu ditandai dengan miskomunikasi. Empat keterampilan komunikasi, mengulang dengan kalimat sendiri, memberikan perilaku, memberikan perasaan, dan mengecek kesan adalah penting dan seharusnya diajarkan kepada siswa untuk memudahkan komunikasi di dalam seting kelompok.
e. Keterampilan‑keterampilan Kelompok
Kebanyakan orang telah mengalami bekerja dalam kelompok di mana anggota‑anggota secara individu merupakan orang yang baik dan memiliki keterampilan sosial. Sebelum siswa dapat belajar secara efektif di dalam kelompok pembelajaran kooperatif, mereka harus belajar tentang memahami satu sama lain dan satu sama lain menghormati perbedaan mereka.
6. Pembangunan Tim
Membantu membangun identitas tim dan kesetiakawanan anggota merupakan tugas penting bagi guru yang menggunakan kelompok-kelompok pembelajaran kooperatif. Tugas‑tugas sederhana meliputi memastikan setiap orang saling mengetahui nama teman di dalam kelompoknya dan meminta para anggota menentukan nama tim.
Penilian Berbasis Kelas
Dalam implementasi KTSP sebaiknya guru menggunakan penilaian berbasis kelas yang memandu sejauh mana transformasi pembelajaran di kelas. Authentik assessment (penilaian yang sebenarnya) menjadi acuan dalam penilaian di kelas, artinya penilaian tentang kemajuan belajar siswa diperoleh di sepanjang proses pembelajaran. Oleh karena itu penilaian tidak hanya dilakukan pada akhir periode tetapi dilakukan secara terintregrasi dari kegiatan pembelajaran dalam arti kemajuan belajar dinilai dari proses bukan semata-mata hasil.
Asesmen kelas suatu istilah umum yang meliputi prosedur prosedur yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang pembelajaran peserta didik (pengamatan, tingkat performans, tes tertulis) untuk dijadikan pertimbangan pemberian nilai dengan memperhatikan kemajuan belajarnya (Linn dkk., 1995: 5).
Penilaian harus mencakup tiga aspek kemampuan, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor yang dapat berbentuk tes tertulis, performance, penugasan, atau proyek, dan portofolio. Penilaian kognitif semata-mata menilai sejauh mana seorang siswa memiliki pengetahuan terhadap fakta, konsep, dan teori. Penilaian ketrampilan mengukur kemampuan motorik siswa dalam ”bekerja ilmiah” mengikuti langkah-langkah yang harus dilakukan dalam melakukan kegiatan.
Tujuan dari penilaian adalah untuk mengukur seberapa jauh tingkat keberhasilan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan, dikembangkan dan ditanamkan di sekolah serta dapat dihayati, diamalkan/diterapkan, dan dipertahankan oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu penilaian juga bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh keberhasilan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, yang digunakan sebagai feedback/umpan balik bagi guru dalam merencanakan proses pembelajaran selanjutnya. Hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan, memperbaiki dan menyempurnakan proses pembelajaran yang dilaksanakan (Sudjana, 2002: 2). Penilaian ini harus dilakukan secara jujur, dan transparan agar dapat mengungkap informasi yang sebenarnya (Mulyasa, 2002: 183).
Prinsip-Prinsip Penilaian
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan penilaian berdasarkan Kebijakan Kurikulum Berbasis Kompetensi 2002 (Fajar, 2002: 184) adalah:
a. Valid, artinya penilaian harus memberikan informasi yang akurat tentang hasil belajar siswa, misalnya apabila pembelajaran menggunakan pendekatan eksperimen maka kegiatan melakukan eksperimen harus menjadi salah satu obyek yang dinilai.
b. Mendidik, artinya penilaian harus memberikan sumbangan positif terhadap pencapaian belajar siswa. Hasil penilaian harus dinyatakan dan dapat dirasakan sebagai penghargaan bagi siswa yang berhasil atau sebagai pemicu semangat belajar bagi yang kurang berhasil.
c. Berorientasi pada kompetensi, artinya penilaian harus menilai pencapaian kompetensi yang dimaksud dalam kurikulum.
d. Adil, artinya penilaian harus adil terhadap semua siswa dengan tidak membedakan latar belakang sosial-ekonomi, budaya, bahasa, dan jender.
e. Terbuka, artinya kriteria penilaian dan dasar pengambilan keputusan harus jelas dan terbuka bagi semua pihak (siswa, guru, sekolah, orang tua, dan pihak laian yang terkait).
f. Berkesinambungan, artinya penilaian dilakukan secara berencana, bertahap dan terus menerus untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan belajar siswa sebagai hasil kegiatan belajarnya.
g. Menyeluruh, artinya penilaian dapat dilakukan dengan berbagai teknik dan prosedur termasuk mengumpulkan berbagai bukti hasil belajar siswa. Penilaian terhadap hasil belajar siswa meliputi pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), sikap dan nilai (afektif) yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
h. Bermakna, artinya penilaian hendaknya mudah dipahami, mempunyai arti, berguna dan bisa ditindaklanjuti oleh semua pihak.
Dalam penelitian ini semua unsur penilaian digunakan untuk melihat aspek-aspek pada portofolio apakah akan mengalami pertumbuhan/peningkatan.
Instrumen Penilaian
Untuk memperoleh hasil penilaian, guru dapat menyiapkan intrumen penilaian (Fajar, 2002: 185) yang dapat berupa:
a. Soal tes tertulis
b. Soal tes lisan
c. Lembar observasi
d. Lembar portofolio
e. Lembar skala sikap
f. Lembar cheklist
g. Lembar pedoman wawancara
h. Lembar pedoman pengamatan
i. Lembar pedoman penelitian, dan sebagainya.
Lembar-lembar intrumen di atas dapat disusun sesuai dengan kebutuhan dan kreativitas guru, atau bahkan dapat melibatkan siswa dalam perancangannya. Dengan mengikut sertakan siswa, diharapkan siswa akan lebih bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya, di samping itu juga melatih dan membiasakan siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif.
Dalam membuat penilaian yang akurat dan adil guru harus bersikap optimal, yaitu: (a) Memanfaatkan berbagai bukti hasil kerja siswa dari sejumlah penilaian yang dilakukan dengan berbagai strategi dan cara, (b) Membuat keputusan yang adil terhadap penguasaan yang adil terhadap penguasaan kemampuan siswa dengan mempertimbangkan hasil kerja yang dikumpulkan.
Dari penggunaannya yang dipandang sudah valid, penilaian mempunyai pengaruh langsung pada pembelajaran. Hasil penilaian yang diperoleh menjadi penting dan dapat dipercaya. Instrumen instrumen penilaian itu sendiri dapat dibentuk dan mempengaruhi kurikulum. Dengan demikian, penilaian menjadi suatu bentuk komunikasi yang menyampaikan suatu pesan dari guru kepada siswa mengenai apa yang penting untuk diketahui.
Hasil penilain yang digunakan oleh guru guru dapat dijadikan dasar bagi pengambil keputusan mengenai keefektifan program pendidikan secara umum. Ini merupakan kemampuan dan keterampilan guru sebagai individu. Kualitas keputusan guru ditentukan oleh bagaimana mereka dapat menyimpulkan apa yang dibutuhkan peserta didik.
Asesmen kelas suatu istilah umum yang meliputi prosedur prosedur yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang pembelajaran peserta didik (pengamatan, tingkat performans, tes tertulis) untuk dijadikan pertimbangan pemberian nilai dengan memperhatikan kemajuan belajarnya (Linn dkk., 1995: 5).
Penilaian harus mencakup tiga aspek kemampuan, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor yang dapat berbentuk tes tertulis, performance, penugasan, atau proyek, dan portofolio. Penilaian kognitif semata-mata menilai sejauh mana seorang siswa memiliki pengetahuan terhadap fakta, konsep, dan teori. Penilaian ketrampilan mengukur kemampuan motorik siswa dalam ”bekerja ilmiah” mengikuti langkah-langkah yang harus dilakukan dalam melakukan kegiatan.
Tujuan dari penilaian adalah untuk mengukur seberapa jauh tingkat keberhasilan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan, dikembangkan dan ditanamkan di sekolah serta dapat dihayati, diamalkan/diterapkan, dan dipertahankan oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu penilaian juga bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh keberhasilan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, yang digunakan sebagai feedback/umpan balik bagi guru dalam merencanakan proses pembelajaran selanjutnya. Hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan, memperbaiki dan menyempurnakan proses pembelajaran yang dilaksanakan (Sudjana, 2002: 2). Penilaian ini harus dilakukan secara jujur, dan transparan agar dapat mengungkap informasi yang sebenarnya (Mulyasa, 2002: 183).
Prinsip-Prinsip Penilaian
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan penilaian berdasarkan Kebijakan Kurikulum Berbasis Kompetensi 2002 (Fajar, 2002: 184) adalah:
a. Valid, artinya penilaian harus memberikan informasi yang akurat tentang hasil belajar siswa, misalnya apabila pembelajaran menggunakan pendekatan eksperimen maka kegiatan melakukan eksperimen harus menjadi salah satu obyek yang dinilai.
b. Mendidik, artinya penilaian harus memberikan sumbangan positif terhadap pencapaian belajar siswa. Hasil penilaian harus dinyatakan dan dapat dirasakan sebagai penghargaan bagi siswa yang berhasil atau sebagai pemicu semangat belajar bagi yang kurang berhasil.
c. Berorientasi pada kompetensi, artinya penilaian harus menilai pencapaian kompetensi yang dimaksud dalam kurikulum.
d. Adil, artinya penilaian harus adil terhadap semua siswa dengan tidak membedakan latar belakang sosial-ekonomi, budaya, bahasa, dan jender.
e. Terbuka, artinya kriteria penilaian dan dasar pengambilan keputusan harus jelas dan terbuka bagi semua pihak (siswa, guru, sekolah, orang tua, dan pihak laian yang terkait).
f. Berkesinambungan, artinya penilaian dilakukan secara berencana, bertahap dan terus menerus untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan belajar siswa sebagai hasil kegiatan belajarnya.
g. Menyeluruh, artinya penilaian dapat dilakukan dengan berbagai teknik dan prosedur termasuk mengumpulkan berbagai bukti hasil belajar siswa. Penilaian terhadap hasil belajar siswa meliputi pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), sikap dan nilai (afektif) yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
h. Bermakna, artinya penilaian hendaknya mudah dipahami, mempunyai arti, berguna dan bisa ditindaklanjuti oleh semua pihak.
Dalam penelitian ini semua unsur penilaian digunakan untuk melihat aspek-aspek pada portofolio apakah akan mengalami pertumbuhan/peningkatan.
Instrumen Penilaian
Untuk memperoleh hasil penilaian, guru dapat menyiapkan intrumen penilaian (Fajar, 2002: 185) yang dapat berupa:
a. Soal tes tertulis
b. Soal tes lisan
c. Lembar observasi
d. Lembar portofolio
e. Lembar skala sikap
f. Lembar cheklist
g. Lembar pedoman wawancara
h. Lembar pedoman pengamatan
i. Lembar pedoman penelitian, dan sebagainya.
Lembar-lembar intrumen di atas dapat disusun sesuai dengan kebutuhan dan kreativitas guru, atau bahkan dapat melibatkan siswa dalam perancangannya. Dengan mengikut sertakan siswa, diharapkan siswa akan lebih bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya, di samping itu juga melatih dan membiasakan siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif.
Dalam membuat penilaian yang akurat dan adil guru harus bersikap optimal, yaitu: (a) Memanfaatkan berbagai bukti hasil kerja siswa dari sejumlah penilaian yang dilakukan dengan berbagai strategi dan cara, (b) Membuat keputusan yang adil terhadap penguasaan yang adil terhadap penguasaan kemampuan siswa dengan mempertimbangkan hasil kerja yang dikumpulkan.
Dari penggunaannya yang dipandang sudah valid, penilaian mempunyai pengaruh langsung pada pembelajaran. Hasil penilaian yang diperoleh menjadi penting dan dapat dipercaya. Instrumen instrumen penilaian itu sendiri dapat dibentuk dan mempengaruhi kurikulum. Dengan demikian, penilaian menjadi suatu bentuk komunikasi yang menyampaikan suatu pesan dari guru kepada siswa mengenai apa yang penting untuk diketahui.
Hasil penilain yang digunakan oleh guru guru dapat dijadikan dasar bagi pengambil keputusan mengenai keefektifan program pendidikan secara umum. Ini merupakan kemampuan dan keterampilan guru sebagai individu. Kualitas keputusan guru ditentukan oleh bagaimana mereka dapat menyimpulkan apa yang dibutuhkan peserta didik.
Teori Belajar Konstruktivisme
Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompok dalam teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning)।Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai। Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide।Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner (Slavin dalam Nur, 2002: 8).
Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut ( Nur, 2002 :8).
Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut ( Nur, 2002 :8).
Model-Model Pembelajaran Terpadu
Prabowo (2000:3) mengatakan bahwa pembelajaran terpadu sebagai suatu proses mempunyai beberapa ciri yaitu : (1) berpusat pada siswa (student centered), (2) proses pembelajaran mengutamakan pemberian pengalaman langsung, serta (3) pemisahan antar bidang studi tidak terlihat jelas. Dari beberapa ciri pembelajaran terpadu di atas, menunjukkan bahwa model pembelajaran terpadu adalah sejalan dengan beberapa aliran pendidikan modern yaitu termasuk dalam aliran pendidikan progresivisme. Aliran pendidikan progresivisme memandang pendidikan yang mengutamakan penyelenggaraan pendidikan di sekolah berpusat pada anak (child-centered), sebagai reaksi terhadap pelaksanaan pendidikan yang masih berpusat pada guru dan pada bahan ajar. Tujuan utama sekolah adalah untuk meningkatkan kecerdasan praktis, serta untuk membuat anak lebih efektif dalam memecahkan berbagai problem yang disajikan dalam konteks pengalaman (experience) pada umumnya (William F. O’neill, 1981).
Tujuan pendidikan aliran progresivisme adalah melatih anak agar kelak dapat bekerja, bekerja secara sistematis, mencintai kerja, dan bekerja dengan otak dan hati. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan seharusnya dapat mengembangkan sepenuhnya bakat dan minat setiap anak. Kurikulum pendidikan progresif adalah kurikulum yang mengakomodasi pengalaman-pengalaman (atau kegiatan) belajar yang diminati oleh setiap siswa (experience curriculum). Sedangkan metode pendidikan progresif lebih berupa penyediaan lingkungan dan fasilitas yang memungkinkan berlangsungnya proses belajar secara bebas pada setiap anak untuk mengembangkan bakat dan minatnya (Mudyaharjo, 2001).
Adapun model-model pembelajaran terpadu sebagaimana yang dikemukakan oleh Fogarty, R (1991 : 61– 65) yaitu sebanyak sepuluh model pembelajaran terpadu. Kesepuluh model pembelajaran terpadu tersebut adalah :
1) the fragmented model ( Model Fragmen )
2) the connected model ( Model Terhubung )
3) the nested model ( Model Tersarang )
4) the sequenced model ( Model Terurut )
5) the shared model ( Model Terbagi )
6) the webbed model ( Model Jaring Laba-Laba )
7) the threaded model ( Model Pasang Benang )
8) the integrated model ( Model Integrasi )
9) the immersed model ( Model Terbenam ), dan
10) the networked model ( Model Jaringan )
Dari kesepuluh model pembelajaran terpadu di atas dipilih tiga model pembelajaran yang dipandang layak dan sesuai untuk dapat dikembangkan dan mudah dilaksanakan di pendidikan dasar (Prabowo, 2000:7). Ketiga model pembelajaran terpadu yang dimaksud adalah model terhubung (connected), model jaring laba-laba (webbed), model keterpaduan (integrated ).
Berdasarkan karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing model pembelajaran tersebut, maka model pembelajaran yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model terhubung (the connected model), karena model terhubung ini penekanannya terletak pada perlu adanya integrasi inter bidang studi itu sendiri. Selain itu, Model terhubung ini juga secara nyata menghubungkan satu konsep dengan konsep lain, satu topik dengan topik lain, satu keterampilan dengan keterampilan lain, tugas yang dilakukan dalam satu hari dengan tugas yang dilakukan pada hari berikutnya, serta ide-ide yang dipelajari pada satu semester dengan semester berikutnya. Pemanfaatan penerapan model terhubung (connected) ini sangat relevan dengan konsep Cahaya (dalam fisika) dan konsep Sistem Indera pada manusia (dalam biologi), agar dapat terwujud pemampatan/ pengurangan waktu dalam pembelajaran pada konsep-konsep tersebut (Reduce Instructional Time). Hal ini terkait dengan upaya menghindari terjadinya penjejalan kurikulum dalam proses pembelajaran, sebagai akibat dari mengejar target kurikulum.
Beberapa kelebihan dari model terhubung (connected) adalah sebagai berikut : (1) dampak positif dari mengaitkan ide-ide dalam satu bidang studi adalah siswa memperoleh gambaran yang luas sebagaimana suatu bidang studi yang terfokus pada suatu aspek tertentu. (2) siswa dapat mengembangkan konsep-konsep kunci secara terus menerus, sehingga terjadilah proses internalisasi. (3) menghubungkan ide-ide dalam suatu bidang studi sangat memungkinkan bagi siswa untuk mengkaji, mengkonseptualisasi, memperbaiki, serta mengasimilasi ide-ide secara terus menerus sehingga memudahkan untuk terjadinya proses transfer ide-ide dalam memecahkan masalah.
Di samping mempunyai kelebihan, model terhubung ini juga mempunyai kekurangan sebagai berikut : (1) masih kelihatan terpisahnya antar bidang studi, (2) tidak mendorong guru untuk bekerja secara tim, sehingga isi dari pelajaran tetap saja terfokus tanpa merentangkan konsep-konsep serta ide-ide antar bidang studi, dan (3) dalam memadukan ide-ide dalam satu bidang studi, maka usaha untuk mengembangkan keterhubungan antar bidang studi menjadi terabaikan.
Sintaks (pola urutan) dari model pembelajaran terpadu tipe connected (terhubung) menurut Prabowo (2000:11 – 14) sebagai berikut :
1. Tahap Perencanaan :
1.1. menentukan tujuan pembelajaran umum
1.2. menentukan tujuan pembelajaran khusus
2. Langkah-langkah yang ditempuh oleh guru :
2.1. menyampaikan konsep pendukung yang harus dikuasai siswa.
(materi prasyarat)
2.2. menyampaikan konsep-konsep yang hendak dikuasai oleh siswa
2.3. menyampaikan keterampilan proses yang dapat dikembangkan
2.4. menyampaikan alat dan bahan yang akan digunakan / dibutuhkan
2.5. menyampaikan pertanyaan kunci
3. Tahap Pelaksanaan, meliputi :
3.1. pengelolaan kelas; dengan membagi kelas kedalam beberapa kelompok
3.2. kegiatan proses
3.3. kegiatan pencatatan data
3.4. diskusi secara klasikal
4. Evaluasi, meliputi :
4.1. evaluasi proses , berupa :
- ketepatan hasil pengamatan
- ketepatan dalam penyusunan alat dan bahan
- ketepatan siswa saat menganalisis data
4.2. evaluasi produk :
- penguasaan siswa terhadap konsep-konsep / materi sesuai dengan tujuan pembelajaran khusus yang telah ditetapkan.
4.3. evaluasi psikomotor :
- kemampuan penguasaan siswa terhadap penggunaan alat ukur
Tujuan pendidikan aliran progresivisme adalah melatih anak agar kelak dapat bekerja, bekerja secara sistematis, mencintai kerja, dan bekerja dengan otak dan hati. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan seharusnya dapat mengembangkan sepenuhnya bakat dan minat setiap anak. Kurikulum pendidikan progresif adalah kurikulum yang mengakomodasi pengalaman-pengalaman (atau kegiatan) belajar yang diminati oleh setiap siswa (experience curriculum). Sedangkan metode pendidikan progresif lebih berupa penyediaan lingkungan dan fasilitas yang memungkinkan berlangsungnya proses belajar secara bebas pada setiap anak untuk mengembangkan bakat dan minatnya (Mudyaharjo, 2001).
Adapun model-model pembelajaran terpadu sebagaimana yang dikemukakan oleh Fogarty, R (1991 : 61– 65) yaitu sebanyak sepuluh model pembelajaran terpadu. Kesepuluh model pembelajaran terpadu tersebut adalah :
1) the fragmented model ( Model Fragmen )
2) the connected model ( Model Terhubung )
3) the nested model ( Model Tersarang )
4) the sequenced model ( Model Terurut )
5) the shared model ( Model Terbagi )
6) the webbed model ( Model Jaring Laba-Laba )
7) the threaded model ( Model Pasang Benang )
8) the integrated model ( Model Integrasi )
9) the immersed model ( Model Terbenam ), dan
10) the networked model ( Model Jaringan )
Dari kesepuluh model pembelajaran terpadu di atas dipilih tiga model pembelajaran yang dipandang layak dan sesuai untuk dapat dikembangkan dan mudah dilaksanakan di pendidikan dasar (Prabowo, 2000:7). Ketiga model pembelajaran terpadu yang dimaksud adalah model terhubung (connected), model jaring laba-laba (webbed), model keterpaduan (integrated ).
Berdasarkan karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing model pembelajaran tersebut, maka model pembelajaran yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model terhubung (the connected model), karena model terhubung ini penekanannya terletak pada perlu adanya integrasi inter bidang studi itu sendiri. Selain itu, Model terhubung ini juga secara nyata menghubungkan satu konsep dengan konsep lain, satu topik dengan topik lain, satu keterampilan dengan keterampilan lain, tugas yang dilakukan dalam satu hari dengan tugas yang dilakukan pada hari berikutnya, serta ide-ide yang dipelajari pada satu semester dengan semester berikutnya. Pemanfaatan penerapan model terhubung (connected) ini sangat relevan dengan konsep Cahaya (dalam fisika) dan konsep Sistem Indera pada manusia (dalam biologi), agar dapat terwujud pemampatan/ pengurangan waktu dalam pembelajaran pada konsep-konsep tersebut (Reduce Instructional Time). Hal ini terkait dengan upaya menghindari terjadinya penjejalan kurikulum dalam proses pembelajaran, sebagai akibat dari mengejar target kurikulum.
Beberapa kelebihan dari model terhubung (connected) adalah sebagai berikut : (1) dampak positif dari mengaitkan ide-ide dalam satu bidang studi adalah siswa memperoleh gambaran yang luas sebagaimana suatu bidang studi yang terfokus pada suatu aspek tertentu. (2) siswa dapat mengembangkan konsep-konsep kunci secara terus menerus, sehingga terjadilah proses internalisasi. (3) menghubungkan ide-ide dalam suatu bidang studi sangat memungkinkan bagi siswa untuk mengkaji, mengkonseptualisasi, memperbaiki, serta mengasimilasi ide-ide secara terus menerus sehingga memudahkan untuk terjadinya proses transfer ide-ide dalam memecahkan masalah.
Di samping mempunyai kelebihan, model terhubung ini juga mempunyai kekurangan sebagai berikut : (1) masih kelihatan terpisahnya antar bidang studi, (2) tidak mendorong guru untuk bekerja secara tim, sehingga isi dari pelajaran tetap saja terfokus tanpa merentangkan konsep-konsep serta ide-ide antar bidang studi, dan (3) dalam memadukan ide-ide dalam satu bidang studi, maka usaha untuk mengembangkan keterhubungan antar bidang studi menjadi terabaikan.
Sintaks (pola urutan) dari model pembelajaran terpadu tipe connected (terhubung) menurut Prabowo (2000:11 – 14) sebagai berikut :
1. Tahap Perencanaan :
1.1. menentukan tujuan pembelajaran umum
1.2. menentukan tujuan pembelajaran khusus
2. Langkah-langkah yang ditempuh oleh guru :
2.1. menyampaikan konsep pendukung yang harus dikuasai siswa.
(materi prasyarat)
2.2. menyampaikan konsep-konsep yang hendak dikuasai oleh siswa
2.3. menyampaikan keterampilan proses yang dapat dikembangkan
2.4. menyampaikan alat dan bahan yang akan digunakan / dibutuhkan
2.5. menyampaikan pertanyaan kunci
3. Tahap Pelaksanaan, meliputi :
3.1. pengelolaan kelas; dengan membagi kelas kedalam beberapa kelompok
3.2. kegiatan proses
3.3. kegiatan pencatatan data
3.4. diskusi secara klasikal
4. Evaluasi, meliputi :
4.1. evaluasi proses , berupa :
- ketepatan hasil pengamatan
- ketepatan dalam penyusunan alat dan bahan
- ketepatan siswa saat menganalisis data
4.2. evaluasi produk :
- penguasaan siswa terhadap konsep-konsep / materi sesuai dengan tujuan pembelajaran khusus yang telah ditetapkan.
4.3. evaluasi psikomotor :
- kemampuan penguasaan siswa terhadap penggunaan alat ukur
Model Pembelajaran Contekstual teaching and learning (CTL)
Pengertian
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.
Rasional
Dalam Contextual teaching and learning (CTL) diperlukan sebuah pendekatan yang lebih memberdayakan siswa dengan harapan siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan dalam benak mereka, bukan menghafalkan fakta. Disamping itu siswa belajar melalui mengalami bukan menghafal, mengingat pengetahuan bukan sebuah perangkat fakta dan konsep yang siap diterima akan tetapi sesuatu yang harus dikonstruksi oleh siswa. Dengan rasional tersebut pengetahuan selalu berubah sesuai dengan perkembangan jaman.
Pemikiran Tentang Belajar
Proses belajar anak dalam belajar dari mengalami sendiri, mengkonstruksi pengetahuan, kemudian memberi makna pada pengetahuan itu. Transfer belajar; anak harus tahu makna belajar dan menggunakan pengetahuan serta ketrampilan yang diperolehnya untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Siswa sebagai pembelajar; tugas guru mengatur strategi belajar dan membantu menghubungkan pengetahuan lama dengan pengetahuan baru, kemudian memfasilitasi kegiatan belajar. Pentingnya lingkungan belajar; siswa bekerja dan belajar secara di panggung guru mengarahkan dari dekat.
Hakekat
Komponen pembelajaran yang efektif meliputi:
Konstruktivisme, konsep ini yang menuntut siswa untuk menyusun dan membangun makna atas pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan tertentu. Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Strategi pemerolehan pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan dengan seberapa banyak siswa mendapatkan dari atau mengingat pengetahuan.
Tanya jawab, dalam konsep ini kegiatan tanya jawab yang dilakukan baik oleh guru maupun oleh siswa. Pertanyaan guru digunakan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara kritis dan mengevaluasi cara berpikir siswa, seangkan pertanyaan siswa merupakan wujud keingintahuan. Tanya jawab dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas.
Inkuiri, merupakan siklus proses dalam membangun pengetahuan/ konsep yang bermula dari melakukan observasi, bertanya, investigasi, analisis, kemudian membangun teori atau konsep. Siklus inkuiri meliputi; observasi, tanya jawab, hipoteis, pengumpulan data, analisis data, kemudian disimpulkan.
Komunitas belajar, adalah kelompok belajar atau komunitas yang berfungsi sebagai wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan. Prakteknya dapat berwujud dalam; pembentukan kelompok kecil atau kelompok besar serta mendatangkan ahli ke kelas, bekerja dengan kelas sederajat, bekerja dengan kelas di atasnya, beekrja dengan masyarakat.
Pemodelan, dalam konsep ini kegiatan mendemontrasikan suatu kinerja agar siswa dapat mencontoh, belajr atau melakukan sesuatu sesuai dengan model yang diberikan. Guru memberi model tentang how to learn (cara belajar) dan guru bukan satu-satunya model dapat diambil dari siswa berprestasi atau melalui media cetak dan elektronik.
Refleksi, yaitu melihat kembali atau merespon suatu kejadian, kegiatan dan pengalaman yang bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah diketahui, dan hal yang belum diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan. Adapun realisasinya adalah; pertanyaan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu, catatan dan jurnal di buku siswa, kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran pada hari itu, diskusi dan hasil karya.
Penilaian otentik, prosedur penilaian yang menunjukkan kemampuan (pengetahuan, ketrampilan sikap) siswa secara nyata. Penekanan penilaian otentik adalah pada; pembelajaran seharusnya membantu siswa agar mampu mempelajari sesuatu, bukan pada diperolehnya informasi di akhr periode, kemajuan belajar dinilai tidak hanya hasil tetapi lebih pada prosesnya dengan berbagai cara, menilai pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa.
Penerapan CTL dalam pembelajaran
Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan engkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru. Lakukan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua toipik. Kembangkan sifat keingin tahuan siswa dengan cara bertanya. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok). Hadirkan model sebagai contoh dalam pembelajaran. Lakukan refleksi pada akhir pertemuan. Lakukan penilaian otentik yang betul-betul menunjukkan kemampuan siswa.
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.
Rasional
Dalam Contextual teaching and learning (CTL) diperlukan sebuah pendekatan yang lebih memberdayakan siswa dengan harapan siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan dalam benak mereka, bukan menghafalkan fakta. Disamping itu siswa belajar melalui mengalami bukan menghafal, mengingat pengetahuan bukan sebuah perangkat fakta dan konsep yang siap diterima akan tetapi sesuatu yang harus dikonstruksi oleh siswa. Dengan rasional tersebut pengetahuan selalu berubah sesuai dengan perkembangan jaman.
Pemikiran Tentang Belajar
Proses belajar anak dalam belajar dari mengalami sendiri, mengkonstruksi pengetahuan, kemudian memberi makna pada pengetahuan itu. Transfer belajar; anak harus tahu makna belajar dan menggunakan pengetahuan serta ketrampilan yang diperolehnya untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Siswa sebagai pembelajar; tugas guru mengatur strategi belajar dan membantu menghubungkan pengetahuan lama dengan pengetahuan baru, kemudian memfasilitasi kegiatan belajar. Pentingnya lingkungan belajar; siswa bekerja dan belajar secara di panggung guru mengarahkan dari dekat.
Hakekat
Komponen pembelajaran yang efektif meliputi:
Konstruktivisme, konsep ini yang menuntut siswa untuk menyusun dan membangun makna atas pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan tertentu. Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Strategi pemerolehan pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan dengan seberapa banyak siswa mendapatkan dari atau mengingat pengetahuan.
Tanya jawab, dalam konsep ini kegiatan tanya jawab yang dilakukan baik oleh guru maupun oleh siswa. Pertanyaan guru digunakan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara kritis dan mengevaluasi cara berpikir siswa, seangkan pertanyaan siswa merupakan wujud keingintahuan. Tanya jawab dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas.
Inkuiri, merupakan siklus proses dalam membangun pengetahuan/ konsep yang bermula dari melakukan observasi, bertanya, investigasi, analisis, kemudian membangun teori atau konsep. Siklus inkuiri meliputi; observasi, tanya jawab, hipoteis, pengumpulan data, analisis data, kemudian disimpulkan.
Komunitas belajar, adalah kelompok belajar atau komunitas yang berfungsi sebagai wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan. Prakteknya dapat berwujud dalam; pembentukan kelompok kecil atau kelompok besar serta mendatangkan ahli ke kelas, bekerja dengan kelas sederajat, bekerja dengan kelas di atasnya, beekrja dengan masyarakat.
Pemodelan, dalam konsep ini kegiatan mendemontrasikan suatu kinerja agar siswa dapat mencontoh, belajr atau melakukan sesuatu sesuai dengan model yang diberikan. Guru memberi model tentang how to learn (cara belajar) dan guru bukan satu-satunya model dapat diambil dari siswa berprestasi atau melalui media cetak dan elektronik.
Refleksi, yaitu melihat kembali atau merespon suatu kejadian, kegiatan dan pengalaman yang bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah diketahui, dan hal yang belum diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan. Adapun realisasinya adalah; pertanyaan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu, catatan dan jurnal di buku siswa, kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran pada hari itu, diskusi dan hasil karya.
Penilaian otentik, prosedur penilaian yang menunjukkan kemampuan (pengetahuan, ketrampilan sikap) siswa secara nyata. Penekanan penilaian otentik adalah pada; pembelajaran seharusnya membantu siswa agar mampu mempelajari sesuatu, bukan pada diperolehnya informasi di akhr periode, kemajuan belajar dinilai tidak hanya hasil tetapi lebih pada prosesnya dengan berbagai cara, menilai pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa.
Penerapan CTL dalam pembelajaran
Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan engkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru. Lakukan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua toipik. Kembangkan sifat keingin tahuan siswa dengan cara bertanya. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok). Hadirkan model sebagai contoh dalam pembelajaran. Lakukan refleksi pada akhir pertemuan. Lakukan penilaian otentik yang betul-betul menunjukkan kemampuan siswa.
FORMAT PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS
A.JUDUL PENELITIAN
Judul penelitian hendaknya singkat dan spesifik tetapi cukup jelas mewakili gambaran tentang masalah yang akan diteliti dan tindakan yang dipilih untuk menyelesaikan atau sebagai solusi terhadap masalah yang dihadapi
B.BIDANG ILMU
Tuliskan bidang ilmu (Jurusan) dari Ketua Peneliti.
C.PENDAHULUAN
Penelitian dilakukan untuk memecahkan permasalahan pendidikan dan pembelajaran. Dalam pendahuluan kemukakan:
1.Latar belakang masalah secara jelas dan sistematis, yang meliputi:
(a) Uraian tentang kedudukan mata kuliah dalam kurikulum (semester, mata kuliah yang ditunjang dan mata kuliah penunjang); (b) Gambaran umum isi mata kuliah tersebut termasuk pembagian waktunya (lampirkan Analisis Instruksional, SAP, GBPP dari mata kuliah yang bersangkutan); (c) Metode pembelajaran yang digunakan saat ini.
2.Masalah yang dihadapi ditinjau dari hasil belajar yang dicapai mahasiswa
D.PERUMUSAN MASALAH
Rumuskan masalah penelitian dalam bentuk suatu rumusan penelitian tindakan kelas. Dalam perumusan masalah dapat dijelaskan definisi, asumsi, dan lingkup yang menjadi batasan penelitian. Rumusan masalah sebaiknya menggunakan kalimat tanya dengan mengajukan alternatif tindakan yang akan diambil dan hasil positif yang diantisipasi.
Kemukakan secara jelas bahwa masalah yang diteliti merupakan sebuah masalah yang nyata terjadi di kelas, penting dan mendesak untuk dipecahkan. Setelah didiagnosis (diidentifikasi) masalah penelitiannya, selanjutnya perlu diidentifikasi dan dideskripsikan akar penyebab dari masalah tersebut.
E.CARA PEMECAHAN MASALAH
Uraikan pendekatan dan konsep yang digunakan untuk menjawab masalah yang diteliti, sesuai dengan kaidah penelitian tindakan kelas (yang meliputi: perencanaan-tindakan-observasi/evaluasi-refleksi, yang bersifat daur ulang atau siklus). Cara pemecahan masalah telah menunjukkan akar penyebab permasalahan dan bentuk tindakan (action) yang ditunjang dengan data yang lengkap dan baik.
F.TINJAUAN PUSTAKA
Uraikan dengan jelas kajian teori dan pustaka yang menumbuhkan gagasan yang mendasari penelitian yang akan dilakukan. Kemukakan teori, temuan dan bahan penelitian lain yang dipahami sebagai acuan, yang dijadikan landasan untuk menunjukkan ketepatan tentang tindakan yang akan dilakukan dalam mengatasi permasalahan penelitian tersebut. Uraian ini digunakan untuk menyusun kerangka berpikir atau konsep yang akan digunakan dalam penelitian. Pada bagian akhir dikemukakan hipotesis tindakan yang menggambarkan tingkat keberhasilan tindakan yang diharapkan/diantisipasi.
G.TUJUAN PENELITIAN
Kemukakan secara singkat tujuan penelitian yang ingin dicapai dengan mendasarkan pada permasalahan yang dikemukakan. Tujuan umum dan khusus diuraikan dengan jelas, sehingga tampak keberhasilannya.
H.KONTRIBUSI HASIL PENELITIAN
Uraikan kontribusi hasil penelitian terhadap kualitas pendidikan dan/atau pembelajaran, sehingga tampak manfaatnya bagi mahasiswa, dosen, maupun komponen pendidikan lainnya. Kemukakan inovasi yang akan dihasilkan dari penelitian ini.
I.METODE PENELITIAN
Uraikan secara jelas prosedur penelitian yang akan dilakukan. Kemukakan obyek, latar waktu dan lokasi penelitian secara jelas. Prosedur hendaknya dirinci dari perencanaan-tindakan-observasi/evaluasi-refleksi, yang bersifat daur ulang atau siklis. Tunjukkan siklus-siklus kegiatan penelitian dengan menguraikan tingkat keberhasilan yang dicapai dalam satu siklus sebelum pindah ke siklus lainnya. Jumlah siklus disyaratkan lebih dari dua siklus.
J.JADWAL PENELITIAN
Buatlah jadwal kegiatan penelitian yang meliputi kegiatan persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan laporan hasil penelitian dalam bentuk bar chart. Jadwal kegiatan penelitian disusun selama 10 bulan.
K.PERSONALIA PENELITIAN
Jumlah personalia penelitian maksimal 3 orang. Uraikan peran dan jumlah waktu yang digunakan dalam setiap bentuk kegiatan penelitian yang dilakukan. Rincilah nama peneliti, golongan, pangkat, jabatan, dan lembaga tempat tugas, sama seperti pada Lembar Pengesahan.
Lampiran-lampiran
1.Daftar Pustaka, yang dituliskan secara konsisten menurut model APA, MLA atau Turabian.
2.Riwayat Hidup Ketua Peneliti dan Anggota Peneliti (Cantumkan pengalaman penelitian yang relevan telah dihasilkan sampai saat ini )
(Penjelasan tentang penelitian car silahkan akses di www.ums.ac.id./qac/
Judul penelitian hendaknya singkat dan spesifik tetapi cukup jelas mewakili gambaran tentang masalah yang akan diteliti dan tindakan yang dipilih untuk menyelesaikan atau sebagai solusi terhadap masalah yang dihadapi
B.BIDANG ILMU
Tuliskan bidang ilmu (Jurusan) dari Ketua Peneliti.
C.PENDAHULUAN
Penelitian dilakukan untuk memecahkan permasalahan pendidikan dan pembelajaran. Dalam pendahuluan kemukakan:
1.Latar belakang masalah secara jelas dan sistematis, yang meliputi:
(a) Uraian tentang kedudukan mata kuliah dalam kurikulum (semester, mata kuliah yang ditunjang dan mata kuliah penunjang); (b) Gambaran umum isi mata kuliah tersebut termasuk pembagian waktunya (lampirkan Analisis Instruksional, SAP, GBPP dari mata kuliah yang bersangkutan); (c) Metode pembelajaran yang digunakan saat ini.
2.Masalah yang dihadapi ditinjau dari hasil belajar yang dicapai mahasiswa
D.PERUMUSAN MASALAH
Rumuskan masalah penelitian dalam bentuk suatu rumusan penelitian tindakan kelas. Dalam perumusan masalah dapat dijelaskan definisi, asumsi, dan lingkup yang menjadi batasan penelitian. Rumusan masalah sebaiknya menggunakan kalimat tanya dengan mengajukan alternatif tindakan yang akan diambil dan hasil positif yang diantisipasi.
Kemukakan secara jelas bahwa masalah yang diteliti merupakan sebuah masalah yang nyata terjadi di kelas, penting dan mendesak untuk dipecahkan. Setelah didiagnosis (diidentifikasi) masalah penelitiannya, selanjutnya perlu diidentifikasi dan dideskripsikan akar penyebab dari masalah tersebut.
E.CARA PEMECAHAN MASALAH
Uraikan pendekatan dan konsep yang digunakan untuk menjawab masalah yang diteliti, sesuai dengan kaidah penelitian tindakan kelas (yang meliputi: perencanaan-tindakan-observasi/evaluasi-refleksi, yang bersifat daur ulang atau siklus). Cara pemecahan masalah telah menunjukkan akar penyebab permasalahan dan bentuk tindakan (action) yang ditunjang dengan data yang lengkap dan baik.
F.TINJAUAN PUSTAKA
Uraikan dengan jelas kajian teori dan pustaka yang menumbuhkan gagasan yang mendasari penelitian yang akan dilakukan. Kemukakan teori, temuan dan bahan penelitian lain yang dipahami sebagai acuan, yang dijadikan landasan untuk menunjukkan ketepatan tentang tindakan yang akan dilakukan dalam mengatasi permasalahan penelitian tersebut. Uraian ini digunakan untuk menyusun kerangka berpikir atau konsep yang akan digunakan dalam penelitian. Pada bagian akhir dikemukakan hipotesis tindakan yang menggambarkan tingkat keberhasilan tindakan yang diharapkan/diantisipasi.
G.TUJUAN PENELITIAN
Kemukakan secara singkat tujuan penelitian yang ingin dicapai dengan mendasarkan pada permasalahan yang dikemukakan. Tujuan umum dan khusus diuraikan dengan jelas, sehingga tampak keberhasilannya.
H.KONTRIBUSI HASIL PENELITIAN
Uraikan kontribusi hasil penelitian terhadap kualitas pendidikan dan/atau pembelajaran, sehingga tampak manfaatnya bagi mahasiswa, dosen, maupun komponen pendidikan lainnya. Kemukakan inovasi yang akan dihasilkan dari penelitian ini.
I.METODE PENELITIAN
Uraikan secara jelas prosedur penelitian yang akan dilakukan. Kemukakan obyek, latar waktu dan lokasi penelitian secara jelas. Prosedur hendaknya dirinci dari perencanaan-tindakan-observasi/evaluasi-refleksi, yang bersifat daur ulang atau siklis. Tunjukkan siklus-siklus kegiatan penelitian dengan menguraikan tingkat keberhasilan yang dicapai dalam satu siklus sebelum pindah ke siklus lainnya. Jumlah siklus disyaratkan lebih dari dua siklus.
J.JADWAL PENELITIAN
Buatlah jadwal kegiatan penelitian yang meliputi kegiatan persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan laporan hasil penelitian dalam bentuk bar chart. Jadwal kegiatan penelitian disusun selama 10 bulan.
K.PERSONALIA PENELITIAN
Jumlah personalia penelitian maksimal 3 orang. Uraikan peran dan jumlah waktu yang digunakan dalam setiap bentuk kegiatan penelitian yang dilakukan. Rincilah nama peneliti, golongan, pangkat, jabatan, dan lembaga tempat tugas, sama seperti pada Lembar Pengesahan.
Lampiran-lampiran
1.Daftar Pustaka, yang dituliskan secara konsisten menurut model APA, MLA atau Turabian.
2.Riwayat Hidup Ketua Peneliti dan Anggota Peneliti (Cantumkan pengalaman penelitian yang relevan telah dihasilkan sampai saat ini )
(Penjelasan tentang penelitian car silahkan akses di www.ums.ac.id./qac/
Instrumen Penelitian
1. Angket
Angket merupakan instrumen yang utama dalam penelitian ini, data yang diperoleh dari angket adalah untuk mengetahui:
a. Reaksi siswa terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik.
b. Proses pembelajaran dan kesan siswa terhadap materi yang diberikan.
c. Reaksi siswa terhadap penampilan guru dalam mengajarkan matematika dengan pendekatan realistik.
2. Wawancara
Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data yang sering digunakan jika kita ingin mengorek sesuatu yang belum jelas terungkap atau belum bisa terungkap dengan angket atau lainnya. Dalam penelitian ini, jenis wawancara yang digunakan adalah suatu pembicaraan informal.
Teknik pengumpulan data melalui wawancara memiliki keuntungan yaitu sebagai alat untuk mengetahui lebih lanjut terhadap data-data yang diperoleh melalui teknik pengumpulan data lainnya. Teknik wawancara dalam penelitian ini ditujukan kepada perwakilan siswa yang dipilih secara random. Ada pun data yang diperoleh merupakan pendukung data yang dikumpulkan melalui angket.
3. Observasi
Observasi adalah suatu cara pengumpulan data yang menginventarisasikan data tentang sikap siswa dalam belajarnya, sikap guru, serta interaksi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Dalam observasi diperoleh data dengan harapan hal-hal yang tidak teramati oleh peneliti selama penelitian berlangsung dapat ditemukan. Observasi ini dilakukan oleh rekan mahasiswa yang mengetahui dan telah memahami pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan realistik.
4. Jurnal
Jurnal adalah karangan yang dibuat oleh siswa pada setiap akhir pembelajaran. Jurnal tersebut berisi tentang hal-hal yang membuat mereka tertarik atau tidak tertarik terhadap pembelajaran yang telah berlangsung. Jurnal dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran matematika topik aritmetika sosial berdasarkan pendekatan realistik dan untuk mengetahui apakah motivasi siswa terpacu atau tidak.
5. Rekaman Pembelajaran
Pada penelitian ini, proses belajar mengajar direkam menggunakan tape. Rekaman ini digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran aritmetika sosial dengan pendekatan realistik, dan untuk mengetahui sejauh mana interaktivitas dalam kelas. Salah satu rekaman ditranskrip untuk selanjutnya dianalisis bersama data lainnya.
6. LKS
Pada penelitian ini, selama pembelajaran berlangsung siswa mengerjakan soal-soal pada lembar kegiatan siswa (LKS) yang diberikan. Kemudian LKS tersebut digunakan untuk menjadi salah satu sumber data yang penting.
7. Hasil Tes
Pemberian tes dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat penguasaan siswa dalam menyelesaikan persoalan kontekstual dalam pembelajaran matematika.
Angket merupakan instrumen yang utama dalam penelitian ini, data yang diperoleh dari angket adalah untuk mengetahui:
a. Reaksi siswa terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik.
b. Proses pembelajaran dan kesan siswa terhadap materi yang diberikan.
c. Reaksi siswa terhadap penampilan guru dalam mengajarkan matematika dengan pendekatan realistik.
2. Wawancara
Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data yang sering digunakan jika kita ingin mengorek sesuatu yang belum jelas terungkap atau belum bisa terungkap dengan angket atau lainnya. Dalam penelitian ini, jenis wawancara yang digunakan adalah suatu pembicaraan informal.
Teknik pengumpulan data melalui wawancara memiliki keuntungan yaitu sebagai alat untuk mengetahui lebih lanjut terhadap data-data yang diperoleh melalui teknik pengumpulan data lainnya. Teknik wawancara dalam penelitian ini ditujukan kepada perwakilan siswa yang dipilih secara random. Ada pun data yang diperoleh merupakan pendukung data yang dikumpulkan melalui angket.
3. Observasi
Observasi adalah suatu cara pengumpulan data yang menginventarisasikan data tentang sikap siswa dalam belajarnya, sikap guru, serta interaksi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Dalam observasi diperoleh data dengan harapan hal-hal yang tidak teramati oleh peneliti selama penelitian berlangsung dapat ditemukan. Observasi ini dilakukan oleh rekan mahasiswa yang mengetahui dan telah memahami pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan realistik.
4. Jurnal
Jurnal adalah karangan yang dibuat oleh siswa pada setiap akhir pembelajaran. Jurnal tersebut berisi tentang hal-hal yang membuat mereka tertarik atau tidak tertarik terhadap pembelajaran yang telah berlangsung. Jurnal dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran matematika topik aritmetika sosial berdasarkan pendekatan realistik dan untuk mengetahui apakah motivasi siswa terpacu atau tidak.
5. Rekaman Pembelajaran
Pada penelitian ini, proses belajar mengajar direkam menggunakan tape. Rekaman ini digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran aritmetika sosial dengan pendekatan realistik, dan untuk mengetahui sejauh mana interaktivitas dalam kelas. Salah satu rekaman ditranskrip untuk selanjutnya dianalisis bersama data lainnya.
6. LKS
Pada penelitian ini, selama pembelajaran berlangsung siswa mengerjakan soal-soal pada lembar kegiatan siswa (LKS) yang diberikan. Kemudian LKS tersebut digunakan untuk menjadi salah satu sumber data yang penting.
7. Hasil Tes
Pemberian tes dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat penguasaan siswa dalam menyelesaikan persoalan kontekstual dalam pembelajaran matematika.
ANALISIS BUKU TEKS IPS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Sering kali kita melihat pada saat ini buku – buku pendidikan yang sudah ada kurang memenuhi standar buku yang baik. Maka dari itu saya akan kaji suatu buku dibandingkan dengan syarat buku yang baik.
B. Rumusan Masalah.
1. Apakah buku pendidikan yang sudah ada sesuai dengan syarat atau standar buku yang baik?
2. Sejauh mana kesesuaiannya dengan kurikulum?
C. Tujuan.
Memenuhi salah satu tugas mata kuliah IPS oleh Ibu Nurdinah Hanifah S.Pd, M.Pd.
D. Manfaat.
Kita dapat mengetahui syarat atau standar buku yang baik serta buku yang berkualitas.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kurikulum
* Kelas IV Semester I
- Standar Kompetensi
1. Memahami sejarah, kenampakan alam, dan keragaman suku bangsa di lingkungan kabupaten / kota dan provinsi.
- Kompetisi Dasar.
1.1. Membaca peta lingkungan setempat dengan menggunakan skala sederhana.
1.2. Mendeskripsikan kemampuan alam di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi serta hubungan dengan keragaman sosial dan budaya.
1.3. Menujukkan jenis dan persebaran sumber daya alam serta pemanfaatannya untuk kegiatan ekonomi di lingkungan setempat.
1.4. Menghargai keragaman suku bangsa dan budaya setempat.
1.5. Menghargai berbagai peninggalan sejarah dilingkungan setempat.
1.6. Meneladani kepahlawanan dan patriotisme tokoh – tokoh di lingkungan.
* Kelas IV Semester 2
- Standar Kompetensi
2. Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten kota dan provinsi.
- Kompetisi Dasar
2.1. Mengenal aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan sumber daya alam dan potensi lain di daerahnya.
2.2. Mengenal pentingnya koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2.3. Mengenal perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya.
2.4. Mengenal permasalahan sosial di daerahnya.
B. Buku Teks Ideal.
* Kesesuaian Materi dengan Kurikulum.
1. Memuat materi keterampilan berbahasa dan pengalaman bersastra.
2. Materi keterampilan berbahasa dan pengalaman bersastra dikembangkan secara terpadu.
3. Materi keterampilan berbahasa dan pengalaman bersastra diorientasikan pada proses pembelajaran, bukan pada pengetahuan.
4. Kesesuaian pengayaan materi dengan kurikulum; penambahan materi berupa penyediaan materi pilihan yang sejenis; penambahan materi berupa penyediaan konteks, seperti konteks sosial budaya berupa latar waktu dan tempat; serta pemerincian atas materi pokok, seperti definisi, uraian dan contoh.
* Relevansi materi ditinjau dari segi tujuan pendidikan.
- Penggunaan kata/kalimat/wacana menimbulkan dorongan dan penghargaan terhadap salah satu tujuan pendidikan, yakni : kebhinekaan; kesadaran akan keanekaragaman dalam masyarakat dan kesediaan untuk hidup bersama dengan rukun, pengembangan budaya bangsa, pengembangan ilmu, teknologi, dan seni, serta pengembangan kecerdasan berfikir, kehalusan perasaan dan kesantunan sosial.
* Kesesuaian Materi Pokok dengan Tingkat Perkembangan Kognitif Siswa.
- Penggunaan struktur kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan pikiran, perasaan, moral anak – anak.
* Tujuan Pembelajaran.
- Mencantumkan tujuan pembelajaran ( Catatan; rumusan tujuan mudah dibaca dan dipahami siswa. Untuk kelas 1 dan 2 SD, tujuan tidak perlu dicantumkan ).
* Penahapan Pembelajaran.
1. Bunyi bahasa diurutkan berdasarkan kesulitan pengucapannya
2. Kata diurutkan menurut struktur suku katanya, dari kata yang bersuku satu sampai yang bersuku banyak.
3. Kata diurutkan menurut pembentukannya dari yang mudah ke yang sukar; kata asal, kata ulang, kata majemuk, dan kata imbuhan.
4. Kalimat diurutkan dari kalimat tunggal, kalimat majemuk setara, dan kalimat majemuk bertingkat.
* Menarik Minat dan Perhatian Siswa.
1. Materi kebahasaan disajikan dengan melibatkan siswa ke dalam kegiatan berbahasa secara kongkret berupa aktivitas fisik dan psikis yang sesuai dengan anak – anak.
2. Materi pengalaman bersastra (apresiasi, ekspresi, dan kreasi) melibatkan siswa dalam kegiatan bersastra.
* Kemudahan dipahami.
- Penyajian memberikan kemudahan pemahaman materi dalam hal; penjelasan, penggambaran, dan pengorganisasian dilakukan dengan sistematis; pengungkapan dilakukan secara langsung tidak berbelit – belit; kosakata dan istilah dipilih yang maknanya mudah dipahami dan dijelaskan dengan uraian dan contoh; dan tidak digunakan kata dan istilah dalam bahasa asing dan atau bahasa daerah yang tidak relevan.
* Keaktifan Siswa.
- Penyajian mendorong keaktifan siswa untuk berfikir dan belajar; penyajian bahan menggunakan cara yang bervariasi (misalnya ilustrasi, kuis, dan lain – lain) sehingga mendorong siswa untuk aktif berpikir menghadapi kondisi yang berbeda – beda.
* Hubungan Antar Bahan.
- Penempatan pelajaran dalam keseluruhan buku diajukan secara tepat.
* Soal dari Latihan.
1. Ada soal dan latihan.
2. Soal dan latihan dipertimbangkan dari segi kebenaran konsep keilmuan.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pemilihan Materi
1. Kesesuaian Materi dengan Kurikulum.
Secara keseluruhan buku IPS terpadu untuk kelas IV SD Erlangga, materinya sebagian banyak sesuai dengan kurikulum yang sedang digunakan saat ini yaitu KTSP. Dalam buku ini pun memuat sebuah materi yang di dalamnya terdapat keterampilan berbahasa dan pengalaman bersastra belum terlihat secara terpadu karena ada pemisahan dari kedua hal tersebut dan secara garis besar pun kedua keterampilan itu masih diorientasikan kepada pengetahuan saja tidak pada pembelajaran. Tetapi dari penyediaan konteks waktu dan tempat, serta pemerincian dan contoh telah terdapat dengan jelas pada buku ini (IPS terpadu Kelas IV SD Erlangga). Contohnya pada bab I “Peta Lingkungan Setempat”, disitu terdapat apa definisi dari peta dan diuraikan dengan cukup jelas serta adanya contoh – contoh dalam dalam bentuk gambar serta uraian kata – kata.
2. Relevansi Materi ditinjau dari segi tujuan pendidikan.
Dalam buku IPS terpadu kelas IV SD Erlangga telah terdapat bab yang memuat kebhinekaan, kesadaran akan keanekaragaman, teknologi yaitu terdapat pada materi bab keragaman suku bangsa dan budaya serta pada bab pengembangan teknologi.
3. Kesesuaian materi pokok dengan tingkat perkembangan kognitif siswa
Setelah ditelaah buku IPS terpadu kelas IV SD Erlangga, saya dapat menyimpulkan buku ini telah menggunakan struktur kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan pikiran, perasaan, moral anak – anak. Terlihat dari kata – kata yang terdapat pada kalimat wacana dan tersirat pada kandungan kalimat – kalimat tersebut.
B. Aspek Penyajian Materi.
1. Tujuan Pembelajaran.
Tujuan Pembelajaran pada tiap bab telah dicantumkan dengan detail.
2. Penahapan Pembelajaran.
Penahapan sudah cukup baik sesuai karakter anak SD, yaitu dari mudah kesukan sesuai pengucapannya.
3. Menarik Minat dan Perhatian Siswa.
Buku ini cukup menarik minat dan perhatian siswa dengan adanya gambar pada setiap wacana, tiap bab dan beberapa kegiatan untuk siswapun terdapat pada buku ini.
4. Kemudahan dipahami.
Penyajian materi dalam buku ini dilakukan secara sistematis sehingga memudahkan siswa untuk memahami materi pada tiap bab nya.
5. Keaktifan Siswa.
Dalam hal keaktifan siswa, buku ini kurang begitu membuat aktif siswa karena kurangnya kegiatan untuk siswa, tapi jika guru mengelola dengan baik dapat mengaktifkan siswa dalam pembelajaran.
6. Hubungan antar bahan.
Hubungan antar bahan atau materi sudah begitu baik melihat dengan adanya penyesuaian dengan kurikulum yang sedang digunakan yaitu KTSP.
7. Soal dari Latihan.
Latihan sudah begitu sangat baik, dengan mempertimbangkan keadaan anak usia dengan mempertimbangkan keadaan anak usia SD dan dilihat dari segi kebenaran konsep, serta dimunculkan pada setiap akhir bab.
BAB IV
KESIMPULAN
Pada umumnya buku IPS Terpadu untuk SD kelas IV Penerbit Erlangga sudah hampir memenuhi syarat standar buku yang layak dan baik untuk dijadikan referrensi pada pembelajaran IPS, sehingga buku ini dapat digunakan dalam pembelajaran IPS di SD, meskipun ada kekurangannya, namun tidak begitu mencolok dan masih bisa disiasati oleh kepandaian guru mengelola materi yang ada pada buku tersebut.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Sering kali kita melihat pada saat ini buku – buku pendidikan yang sudah ada kurang memenuhi standar buku yang baik. Maka dari itu saya akan kaji suatu buku dibandingkan dengan syarat buku yang baik.
B. Rumusan Masalah.
1. Apakah buku pendidikan yang sudah ada sesuai dengan syarat atau standar buku yang baik?
2. Sejauh mana kesesuaiannya dengan kurikulum?
C. Tujuan.
Memenuhi salah satu tugas mata kuliah IPS oleh Ibu Nurdinah Hanifah S.Pd, M.Pd.
D. Manfaat.
Kita dapat mengetahui syarat atau standar buku yang baik serta buku yang berkualitas.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kurikulum
* Kelas IV Semester I
- Standar Kompetensi
1. Memahami sejarah, kenampakan alam, dan keragaman suku bangsa di lingkungan kabupaten / kota dan provinsi.
- Kompetisi Dasar.
1.1. Membaca peta lingkungan setempat dengan menggunakan skala sederhana.
1.2. Mendeskripsikan kemampuan alam di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi serta hubungan dengan keragaman sosial dan budaya.
1.3. Menujukkan jenis dan persebaran sumber daya alam serta pemanfaatannya untuk kegiatan ekonomi di lingkungan setempat.
1.4. Menghargai keragaman suku bangsa dan budaya setempat.
1.5. Menghargai berbagai peninggalan sejarah dilingkungan setempat.
1.6. Meneladani kepahlawanan dan patriotisme tokoh – tokoh di lingkungan.
* Kelas IV Semester 2
- Standar Kompetensi
2. Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten kota dan provinsi.
- Kompetisi Dasar
2.1. Mengenal aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan sumber daya alam dan potensi lain di daerahnya.
2.2. Mengenal pentingnya koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2.3. Mengenal perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya.
2.4. Mengenal permasalahan sosial di daerahnya.
B. Buku Teks Ideal.
* Kesesuaian Materi dengan Kurikulum.
1. Memuat materi keterampilan berbahasa dan pengalaman bersastra.
2. Materi keterampilan berbahasa dan pengalaman bersastra dikembangkan secara terpadu.
3. Materi keterampilan berbahasa dan pengalaman bersastra diorientasikan pada proses pembelajaran, bukan pada pengetahuan.
4. Kesesuaian pengayaan materi dengan kurikulum; penambahan materi berupa penyediaan materi pilihan yang sejenis; penambahan materi berupa penyediaan konteks, seperti konteks sosial budaya berupa latar waktu dan tempat; serta pemerincian atas materi pokok, seperti definisi, uraian dan contoh.
* Relevansi materi ditinjau dari segi tujuan pendidikan.
- Penggunaan kata/kalimat/wacana menimbulkan dorongan dan penghargaan terhadap salah satu tujuan pendidikan, yakni : kebhinekaan; kesadaran akan keanekaragaman dalam masyarakat dan kesediaan untuk hidup bersama dengan rukun, pengembangan budaya bangsa, pengembangan ilmu, teknologi, dan seni, serta pengembangan kecerdasan berfikir, kehalusan perasaan dan kesantunan sosial.
* Kesesuaian Materi Pokok dengan Tingkat Perkembangan Kognitif Siswa.
- Penggunaan struktur kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan pikiran, perasaan, moral anak – anak.
* Tujuan Pembelajaran.
- Mencantumkan tujuan pembelajaran ( Catatan; rumusan tujuan mudah dibaca dan dipahami siswa. Untuk kelas 1 dan 2 SD, tujuan tidak perlu dicantumkan ).
* Penahapan Pembelajaran.
1. Bunyi bahasa diurutkan berdasarkan kesulitan pengucapannya
2. Kata diurutkan menurut struktur suku katanya, dari kata yang bersuku satu sampai yang bersuku banyak.
3. Kata diurutkan menurut pembentukannya dari yang mudah ke yang sukar; kata asal, kata ulang, kata majemuk, dan kata imbuhan.
4. Kalimat diurutkan dari kalimat tunggal, kalimat majemuk setara, dan kalimat majemuk bertingkat.
* Menarik Minat dan Perhatian Siswa.
1. Materi kebahasaan disajikan dengan melibatkan siswa ke dalam kegiatan berbahasa secara kongkret berupa aktivitas fisik dan psikis yang sesuai dengan anak – anak.
2. Materi pengalaman bersastra (apresiasi, ekspresi, dan kreasi) melibatkan siswa dalam kegiatan bersastra.
* Kemudahan dipahami.
- Penyajian memberikan kemudahan pemahaman materi dalam hal; penjelasan, penggambaran, dan pengorganisasian dilakukan dengan sistematis; pengungkapan dilakukan secara langsung tidak berbelit – belit; kosakata dan istilah dipilih yang maknanya mudah dipahami dan dijelaskan dengan uraian dan contoh; dan tidak digunakan kata dan istilah dalam bahasa asing dan atau bahasa daerah yang tidak relevan.
* Keaktifan Siswa.
- Penyajian mendorong keaktifan siswa untuk berfikir dan belajar; penyajian bahan menggunakan cara yang bervariasi (misalnya ilustrasi, kuis, dan lain – lain) sehingga mendorong siswa untuk aktif berpikir menghadapi kondisi yang berbeda – beda.
* Hubungan Antar Bahan.
- Penempatan pelajaran dalam keseluruhan buku diajukan secara tepat.
* Soal dari Latihan.
1. Ada soal dan latihan.
2. Soal dan latihan dipertimbangkan dari segi kebenaran konsep keilmuan.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pemilihan Materi
1. Kesesuaian Materi dengan Kurikulum.
Secara keseluruhan buku IPS terpadu untuk kelas IV SD Erlangga, materinya sebagian banyak sesuai dengan kurikulum yang sedang digunakan saat ini yaitu KTSP. Dalam buku ini pun memuat sebuah materi yang di dalamnya terdapat keterampilan berbahasa dan pengalaman bersastra belum terlihat secara terpadu karena ada pemisahan dari kedua hal tersebut dan secara garis besar pun kedua keterampilan itu masih diorientasikan kepada pengetahuan saja tidak pada pembelajaran. Tetapi dari penyediaan konteks waktu dan tempat, serta pemerincian dan contoh telah terdapat dengan jelas pada buku ini (IPS terpadu Kelas IV SD Erlangga). Contohnya pada bab I “Peta Lingkungan Setempat”, disitu terdapat apa definisi dari peta dan diuraikan dengan cukup jelas serta adanya contoh – contoh dalam dalam bentuk gambar serta uraian kata – kata.
2. Relevansi Materi ditinjau dari segi tujuan pendidikan.
Dalam buku IPS terpadu kelas IV SD Erlangga telah terdapat bab yang memuat kebhinekaan, kesadaran akan keanekaragaman, teknologi yaitu terdapat pada materi bab keragaman suku bangsa dan budaya serta pada bab pengembangan teknologi.
3. Kesesuaian materi pokok dengan tingkat perkembangan kognitif siswa
Setelah ditelaah buku IPS terpadu kelas IV SD Erlangga, saya dapat menyimpulkan buku ini telah menggunakan struktur kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan pikiran, perasaan, moral anak – anak. Terlihat dari kata – kata yang terdapat pada kalimat wacana dan tersirat pada kandungan kalimat – kalimat tersebut.
B. Aspek Penyajian Materi.
1. Tujuan Pembelajaran.
Tujuan Pembelajaran pada tiap bab telah dicantumkan dengan detail.
2. Penahapan Pembelajaran.
Penahapan sudah cukup baik sesuai karakter anak SD, yaitu dari mudah kesukan sesuai pengucapannya.
3. Menarik Minat dan Perhatian Siswa.
Buku ini cukup menarik minat dan perhatian siswa dengan adanya gambar pada setiap wacana, tiap bab dan beberapa kegiatan untuk siswapun terdapat pada buku ini.
4. Kemudahan dipahami.
Penyajian materi dalam buku ini dilakukan secara sistematis sehingga memudahkan siswa untuk memahami materi pada tiap bab nya.
5. Keaktifan Siswa.
Dalam hal keaktifan siswa, buku ini kurang begitu membuat aktif siswa karena kurangnya kegiatan untuk siswa, tapi jika guru mengelola dengan baik dapat mengaktifkan siswa dalam pembelajaran.
6. Hubungan antar bahan.
Hubungan antar bahan atau materi sudah begitu baik melihat dengan adanya penyesuaian dengan kurikulum yang sedang digunakan yaitu KTSP.
7. Soal dari Latihan.
Latihan sudah begitu sangat baik, dengan mempertimbangkan keadaan anak usia dengan mempertimbangkan keadaan anak usia SD dan dilihat dari segi kebenaran konsep, serta dimunculkan pada setiap akhir bab.
BAB IV
KESIMPULAN
Pada umumnya buku IPS Terpadu untuk SD kelas IV Penerbit Erlangga sudah hampir memenuhi syarat standar buku yang layak dan baik untuk dijadikan referrensi pada pembelajaran IPS, sehingga buku ini dapat digunakan dalam pembelajaran IPS di SD, meskipun ada kekurangannya, namun tidak begitu mencolok dan masih bisa disiasati oleh kepandaian guru mengelola materi yang ada pada buku tersebut.
Langganan:
Postingan (Atom)